I.
PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat banyak
perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi Islam yang berkembang. Dalam
makalah ini, perkumpulan atau organisasi Islam yang kami angkat yaitu Jami’at
Khair dan Muhammadiyah, PERSIS, NU, Al-Irsyad, serta tokoh-tokohnya dan
bagaimana peranannya terhadap pendidikan Islam pada masa itu. Setelah saya
membaca menurut saya bahwa di indonesia ini banyak sekali
organisasi-organisasi, termasuk munculnya organisasi-organisasi Islam di
Indonesia lebih banyak dikarenakan mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan
nasionalisme. Dari organisasi Islam ini
ditumbuhkan dan dikembangkan sikap dan rasa nasionalisme dikalangan rakyat
melalui pendidikan.
Kebangkitan Islam telah menjadi wacana bersama sejak kita memasuki abad
ke-15 H. Sebelumnya, umat Islam memang mengalami stagnasi yang cukup lama
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Belakangan ini, umat Islam di berbagai kawasan sudah mulai melakukan
identifikasi terhadap potensi yang dimilikikinya. Berbagai inovasi,
kreatifitas, spekulasi dan eksperimen ilmiah mulai dilakukan. Kendati mengalami
banyak kendala, peradaban muslim sudah mulai diukir sebagai sumbangsihnya pada
dunia. Menurut saya
bahwa di indonesia ini masih dalam proses menuju yang lebih baik dalam hal
melakukan pembaharuan mulai dari pendidikan. Menurut Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga
bidang-bidang lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu. Haji dan menurut Abdul Halim yang bergerak di
bidang ekonomi dan pendidikan. Di bidang ekonomi, organisasi ini
bermaksud membantu anggota-anggotanya yang bergerak dibidang perdagangan dalam
persaingan dengan pedagang-pedagang Cina. Jadi dari sekian banyak organisasi
Islam itu menpunyai tujuan untuk memulai memesuki pembaharuan.
II.
PEMBAHASAN
A. Jami’at Khair
A. Jami’at Khair
Organisasi ini diberi nama Jami’at
Khair. Didirikan oleh Ali dan Idrus dari keluarga shahab. Organisasi ini tidak
bergerak di bidang politik tetapi menitik beratkan pada semangat pembaruan
melalui lembaga pendidikan modern. Meski membangun basis perjuangan melalui
pendidikan, Jami’at Khair tidaklah berbentuk sekolah agama melainkan sekolah
dasar biasa dengan kurikulum modern. Para siswa tidak melulu diajarkan materi
agama tetapi juga materi umum seperti berhitung, sejarah atau ilmu bumi.[1] Jami’at
Khair yang didirikan pada tahun 1901 di Jakarta, dengan proses yang
berliku-liku baru mendapat pengesahan tanggal 17 Juli 1905. Perhatian Jami’at
Khair ditujukan pada pendidikan. Hal-hal yang menjadi perhatian utama
organisasi ini yaitu:
a.
Pendirian dan pembinaan satu sekolah
pada tingkat dasar.
b.
Pengiriman anak- anak ke
Turki untuk melanjutkan studinya.
Bidang kurikulum sekolah dan jenjang
kelas-kelas umpamanya, sudah diatur dan disusun secara terorganisasi, sementara
itu bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dipergunakan sebagai bahasa pengantar.
Adapun bahasa Belanda tidak diajarkan dan sebagai gantinya bahasa Inggris yang
dijadikan pelajaran wajib. Dengan demikian, terhimpunlah anak-anak dari
keturunan Arab, ataupun anak-anak Islam dari Indonesia sendiri.Tercatat ada
beberapa orang guru yang didatangkan dari luar negeri seperti: Al-Hasyimi dari
Tunis, Syekh Ahmad Surkati dari Sudan, Syekh Muhammad Thaib dari Maroko, dan
Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Hal penting yang dapat dicatat bahwa
Jami’at Khair merpakan organisasi modern pertama dalam masyarakat Islam di
Indonesia, yang memiliki AD/ART, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat secara
berkala, dan yang mendirikan lembaga pendidikan yang memakai system yang boleh
dikatakan cukup modern, diantaranya memiliki kurikulum, buku pelajaran yang
bergambar, kelas-kelas, pemakaian bangku, papan tulis, dan sebagainya.
Jami’at Khair telah menunjukkan
perlawanan kepada pemerintah melalui artikel-artikel para anggotanya pada
harian di luar negeri khususnya negara-negara Arab. Kedatangan utusan Turki
menunjukkan bahwa Jami’at Khair sebagai perkumpulan yang didirikan oleh
keturunan Arab memang menjalin hubungan dengan kekhalifahan Turki. Hal ini
menunjukkan pula bahaya Pan Islamisme dari Jami’at Khair di mata pemerintah.
Perkumpulan Jami’at Khair ini dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial
Belanda, karena pengaruhnya dapat membangkitkan semangat Islam, semangat jihad
fisabilillah di kalangan kaum muslimin Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda
kemudian melakukan penekanan-penekanan terhadap anggota Jami’at Khair. Pada
tahun 1917 dilakukan penangkapan dan interogasi terhadap tokoh Jami’at Khair dan
beberapa diantaranya kemudian dipenjarakan
Pada akhirnya di tahun 1918
pemerintah memutuskan bahwa Jami’at Khair sebagai organisasi yang didirikan
oleh warga Timur Asing dilarang terlibat dalam kegiatan organisasi warga
Indonesia. Dan ditekankan bahwa izin berdiri Jami’at Khair dapat dicabut
sewaktu-waktu. Menyadari kecurigaan pemerintahan terhadap perkumpulan dan
penekanan-penekanannya, Jami’at Khair kemudian mengambil strategi untuk kembali
dalam Anggaran Dasarnya, khususnya dalam masalah pendidikan[2]. Karena
Jami’at Khair sebagai perkumpulan sosial telah dicurigai pemerintah akibat
kegiatan politiknya, maka pada tanggal 17 Oktober 1919 dilakukan perubahan
bentuk perkumpulan menjadi yayasan pendidikan.
Pada tanggal tersebut Jami’at Khair
berubah menjadi Yayasan Pendidikan Jami’at Khair berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan School Djameat Geir, tertanggal 17 Oktober 1919 yang dimuat dalam akta
nomor 143 notaris Jan Willem Roeloffs Valk di Jakarta. Sejak saat itu kegiatan
Jami’at Khair dilakukan melalui wadah Yayasan Pendidikan Jami’at Khair. Dengan
demikian, Jami’at Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan Islam modern
di Indonesia.Dalam Jami’at Khair inlah dididik dan digembleng tokoh ulama KH
Ahmad dahlan.
B. Al-Irsyad
Organisasi
ini berdiri tanggal 6 September 1914 di Jakarta, dua tahun setelah Muhammadiyah
berdiri, Diantara tokoh al-Irsyad yang terkenal adalah syeikh Ahmad Surkati,
berasal dari Sudan yang semula adalah pengajar di Jami’atul Khair. Al Irsyad
ini mengkhususkan diri dalam perbaikan (pembaharuan) agama kaum muslimin
khususnya keturunan Arab Sebagian tokoh Muhammadiyah pada awal berdirinya juga
adalah kader-kader yang dibina dalam lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu
al-Irsyad sudah memiliki Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4
tahun), Madrasah Tajhiziyah (2tahun), dan Madrasah Mu’allimin yang dikhususkan
untuk mencetak guru. Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan,
tapi juga bidang-bidang lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan
rumah yatim piatu.
C. Persyerikatan Ulama
Perserikatan ulama merupakan
perwujudan dari gerakan pembaruan didaerah majalengka, jawa barat yang dimulai
pada tahun 1911 atas inisiatif kyai haji abdul halim, lahir pada tahun 1887
diciberelang majalengka. Kyai halioleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak
umur 22 tahun diberbagaia pesantrn dan kemudian pergi ke mekkah untuk mennaikan
ibadah haji. Dan selama tiga tahun ia berada dimekah ia mengenal
tulisan-tulisan abduh dan jamal al-din afgani dan ia meninggal pada tahun1962
dan tetap berpegang pada mahzab safi’i.Enam bulan berada dimekkah KHA halim
mendirikan sebuah organisasi yang diberinama Qulub yang bergerak dibidang
ekonomi dan pendidikan, anggotanya 60 orang umunya terdiri dari pedagag dan
petani. Organisasi ini juga bermaksud membantu anggota-anggotanya yang bergerak
dibidang perdagangan dan persaingan dengan pedagang-pedagang cina.Dalam bidang
pendidikan KHA halim mengadakan pelajaran agma seminggu sekali.
Hayatul qulub tidak berlangsung
lama. Persaingan dengan pedagang cina yang kadang-kadang menyebabkan
perkelahian dan dianggap pemerintah sebagai kerusuhan. Tahun 1915 organisasi tersebut dilarang, tapi
kegiatannya teru lanjut walau tidak diberi nama resmi, sedangkan kegiatan
pendidikan dilanjutkan oleh organisasi baru yang disebut dengan majlisul ilmi. Pada tahun 1916mdirasakan oleh
kalangan masyarakaat, terutama para tokohnya untuk mendirikan suatu lembaga
pendidikan yang besifat modern. Sekolah dengan jami’yat i’anat al muata’alimin
drikan dengan mendapat sambutan yang baik dari guru. organisasi tersebut yang
kemudian diganti dengan persyerikatan ulama yang diakui secara sah oleh hukum
pemerintah pada tahun1917 dengan bantuan H.O.S cokroaminoto pemimpin serikat
islam ia disebut jyga persyerikatan umat islam yang pada tahun1952 difuksikan
dengan organisasi islam lainya al ijtihadiyatul islamiyah menjadi persatuan
umat islam.[3]
Pada tahun 1924 persyerikatan ulama
secara resmi meluaskan daerah operasinya keseleruruh jawa da madura, dan pada
tahun 1937 keseluruh indonesia. Persyerikatan ulama ini tetap merupakan organissi dari majelengka.
Organisasi ini juga membuka sebuah rumah anak yatim yang diselenggarakan oleh
Fatimiyah bagian wanita dari organisasi terseut, yang diambil dari anak nabi Muhamad
SAW yang didirikan pada tahun 1930. Pada tahun 1932 dalam suatu kongres
persyerikatan ulama dimajalengka KHA halim mengusulkan agar sebuah lembaga
didirikan yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya bukan saja dengan berbagai
cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum. Pendiri persyerikatn ulama ini
juga mengusulkan agar latihan tersebut perlu juga menitikberatkan pada
pembentukan watak dan kingres menerima usul KHA halim. Suatu keluarga kaya dari
ciomas memberikan setumpuk tanahnya dipasir ayu 10 m dari majaleng.
Lembaga ini dinamakan santi asrama yang dibagi
3 bagian yaitu:
a)
Tingkat
permulaan
b) Dasar
c) lanjutan
persyerikatan ulama sejak mulai
berdiri, menyelenggarakan juga tabligh dan mulai sekitar tahun 1930 menerbitkan
majalah dan brosur sebagai media penyebar cita-citanya.
D. Persatuan
Islam
Tampilnya jam'iyyah Persatuan Islam
(Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah
memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir
sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam
kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang
berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid'ah, takhayul, syirik, musyrik,
rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan
kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian
kemudian mengilhami munculnya gerakan "reformasi" Islam, yang pada
gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam
Indonesia untuk melakukan pembaharuan Islam.
Persatuan Islam (Persis) didirikan
di Bandung pada permulaan tahun 1920-an ketika orang-orang Islam di
daerah-daerah lain telah lebih maju dalam berusaha untuk mengadakan pembaharuan
dalam agama. Bandung kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan
dengan daerah-daerah lain’ sungguhpun Sarekat Isalam telah beroperasi dikota
ini semenjak tahun 1913. kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan cambuk
untuk mendirikan sebuah organisasi.
Lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya
suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin
oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah,
berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat
kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan
karateristik yang khas. Kelompok tadarus ini bersifat kenduri yang diadakan
secara berkala di rumah salah satu seorang kelompok yang berasal dari Sumatera
tetapi yang telah lama tinggal di Bandung. Mereka adalah keturunan dari tiga
keluarga yang pindah dari Palembang dalam abad ke 18, dan menjalin hubungan
erat melalui perkawinan antar keluarga mereka serta diperkuat oleh kepentingan
yang sama dalam usaha perdagangan, kemudian berlanjut dengan kontak antara
anggota-anggota generasi yang datang kemudian dalam mengadakan studi tentang
agama ataupun kegiatan-kegiatan lainnya. Tetapi mereka tidak merasa lagi bahwa
mereka dari Sumatera, tetapi telah merasa sebagai benar-benar orang Sunda
sehari-hari berbicara bahasa Sunda.[4]
Kelompok tadarusan yang dipimpin
oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus ini dari lingkungan ketiga familia tadi
memang mempunyai pengetahuan yang agak luas. Kedunya sebenernya adalah pedagang
tetapi mereka masih mempunyai kesempatan dan waktu untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang Islam. Zamzam (1894-1952) menghabiskan waktunya selama tiga
setengah tahun masa mudanya di Makkah di mana ia belajar di lembaga Darul-Ulum.
Sekembali dari Makkah ia menjadi guru di Darul Muta’allimin, sebuah sekolah
agama di Bandung (ssekitar tahun 1910) dan memjpunyai hubungan dengan Syekh
Ahmad Surkati dari Al-Irsyad di Jakarta. Tetapi ia hanya dua tahun saja di
sekolah ini. Muhammad Yunus, yang memperoleh pendidikan agama secara
tradisional dan mengusai bahasa Arab, tidak pernah mengajar. Ia hanya
berdagang, tetapi tidak pernah pula minatnya hilang dalam mempelajari agama.
Kekayaanya menyanggupkan ia untuk membeli kitab-kitab yang ia perlukan, juga
untuk anggota-anggota Persis setelah organisasi ini didirikan.
Pada tanggal 12
September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini
secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatuan Islam"
(Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengembalikan umat Islam
kepada tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits yaitu: mengarahkan ruhul ijtihad dan
jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita=cita yang
sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran
Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 :
"Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan)
Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai". Serta sebuah hadits
Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, "Kekuatan Allah itu bersama
al-jama'ah".
Tujuan dan Aktifitas Persis
Pada
dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah.
Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan
pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan
sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta
berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya
syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan jam'iyyah,
Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai
dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936 untuk membentuk
kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Usaha ini
merupakan inisiatif Hassan, pesantren ini di pindahkan kepada Bangil, Jawa
Timur, ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 540 siswa dari
Bandung. Pesantren Persis ini berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari
Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi.5.Kemudian
menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela
Islam (1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah
At-taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948),
majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah
yang diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan,
kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak
digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun
permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam
lainnya, serta masyarakat luas.[5]
Persis Masa Kini
Pada masa kini Persis berjuang
menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan
kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah
dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang
dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan
pengkajian pemikiran keislaman.
Dibawah kepemimpinan KH. Shiddiq
Amien, anggota dan simpatan Persis beserta otonomnya tercatat kurang lebih dari
3 juta orang yang tersebar di 14 propinsi dengan 7 Pimpinan Wilayah, 33
Pimpinan Daerah, dan 258 Pimpinan Cabang. Bersama lima organisasi otonom
Persis, yakni Persatuan Islam Istri, (Persistri) Pemuda Persis, Pemudi Persis,
Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis, dan Himpunan Mahasiswi (Himi) Persis,
aktifitas Persis telah meluas ke dalam aspek-aspek lain tidak hanya serangkaian
pendidikan, penerbitan dan tabligh, akan tetapi telah meluas ke berbagai bidang
garapan yang dibutuhkan oleh umat Islam melalui bidang pendidikan (pendidikan
dasar/menengah hingga pendidikan tinggi), da'wah, bimbingan haji, perzakatan,
sosial ekonomi, perwakafan, dan perkembangan fisik yakni
pembangunan-pembangunan masjid dengan dana bantuan kaum muslimin dari dalam dan
luar negri, menyelenggarakan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan diskusi
(halakoh) pengkajian Islam. Demikian pula fungsi Dewan Hisbah sebagai lembaga
tertinggi dalam pengambilan keputusan hukum Islam di kalangan Persis serta
Dewan Hisab dan Dewan Tafkir semakin ditingkatkan aktifitasnya dan semakin
intensif dalam penelaahan berbagai masalah hukum keagamaan, perhitungan hisab,
dan kajian sosial semakin banyak dan beragam.[6]
E. Muhammadiyah
Muhammadiyah
merupakan sebuah organisasi Islam modern yang berdiri di Yogyakarta pada 18
November 1912. Organisasi ini terbentuk karena masyarakat islam yang
berpandangan maju menginginkan terbentuknya sebuah organisasi yang menampung
aspirasi mereka dan menjadi sarana bagi kemajuan umat islam. Keberadaan
tokoh-tokoh Islam yang berpandangan maju tersebut terbentuk karena pendidikan
serta pergaulan dengan kalangan Islam di seluruh dunia melalui ibadah haji.
Salah seorang tokoh tersebut ialah KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan
organisasi ini. Muhammadiyah
didirikan atas dasar agama dan bertujuan untuk melepaskan agama Islam dari adat
kebiasaan yang jelek yang tidak berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasul.[7]
Hal-hal
yang berkaitan dengan paham agama dalam Muhammadiyah secara garis besar dan
pokok-pokoknya ialah sebagai berikut:
a) ‘Aqidah; untuk menegakkan aqidah
Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat,
tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b) Akhlaq; untuk menegakkan nilai-nilai akhlaq
mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak
bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c) ‘Ibadah; untuk
menegakkan ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah S.A.W. tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia
d)
Mu’amalah dunyawiyat; untuk terlaksananya mu’amalah
dunyawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan
ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah
kepada Allah SWT. [8]
Pendidikannya
Semasa kecilnya, Ahmad Dahlan tidak
pernah bersekolah secara resmi ke lembaga-lembaga pendiidkan yang ada saat itu
karena orang-orang Islam pada saat itu melarang anak-anaknya untuk memasuki
sekolah Gubernemen. Tapi walaupun beliau tidak berseklah di lembaga pendidikan,
beliau mendapat pendidikan langsung dari ayahnya yang seorang ulama.[9] Selain
belajar secara langsung kepada ayahya, dia juga mendapakan pendidikan dari
pengajian-pengajian yang diadakan di Yogyakarta yang meliputi nahwu, fiqih,
tafsir, dan lain-lain. Dengan bantuan kakaknya (Nyai Haji Saleh), pada tahun
1890 melanjutkan pendidikannya ke Mekkah, dan belajar disana selama satu tahun.
Di Mekkah, KH Ahmad Dahlan bertemu dengan KH Baqir seorang alim dari Kauman Yogyakarta yang bermukim di Mekkah dan membantu mengajarkan ilmu agama kepada KH Ahmad Dahlan. KH Baqir juga mempertemukan KH Ahmad Dahlan dengan Rasyid Ridha dan berdiskusi untuk bertukar pikiran dalam rangka semangat pembaharuan, dan semangat pembharuan ini yang benar-benar diresapi oleh KH Ahmad Dahlan saat itu.[10]
Di Mekkah, KH Ahmad Dahlan bertemu dengan KH Baqir seorang alim dari Kauman Yogyakarta yang bermukim di Mekkah dan membantu mengajarkan ilmu agama kepada KH Ahmad Dahlan. KH Baqir juga mempertemukan KH Ahmad Dahlan dengan Rasyid Ridha dan berdiskusi untuk bertukar pikiran dalam rangka semangat pembaharuan, dan semangat pembharuan ini yang benar-benar diresapi oleh KH Ahmad Dahlan saat itu.[10]
Usaha
Muhammadiyah di Bidang Pendidikan
1. Dasar dan Fungsi Lembaga Pendidikan yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
a)
Tajdid: kesediaan
jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat
yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan.
b)
Kemasyarakatan: antara
individu dan masyarakat supaya diciptakan suasana saling membutuhkan. Yang
dituju adalah keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
c)
Aktivitas: anak didik
harus mengamalkan semua yang diketahuinya dan menjadikan pula aktivitas sendiri
sebagai salah satu cara memperoleh pengetahuan yang baru.
d)
Kreativitas: anak harus
mempunyai kecakapan atau keterampilan dalam menentukan sikap yang sesuai dan
menetapkan alat-alat yang tepat dalam menghadapai situasi-situasi baru.
e)
Optimisme: anak harus yakin bahwa
dengan keridhaan Tuhan, pendidikan akan membawanya kepada hasil yang
dicita-citakan, asal dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab,
serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menyimpang dari segala yang
digariskan oleh agama Islam
.
Adapun lembaga pendidikannya berfungsi sebagai berikut:
Adapun lembaga pendidikannya berfungsi sebagai berikut:
a. Alat dakwah ke dalam dan ke luar anggota-anggota Muhammadiyah. Dengan kata lain, untuk seluruh anggota masyarakat
b. Tempat pembibitan kader; yang dilaksanakan secara
sistematis dan selektif, sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah khususnya, dan
masyarakat Islam pada umumnya.
c. Gerak amal anggota; penyelenggaraan pendidikan diatur secara berkewajiban terhadap penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu, dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.
c. Gerak amal anggota; penyelenggaraan pendidikan diatur secara berkewajiban terhadap penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu, dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Muhammadiyah mendirikan berbagai
jenis dan tingkat pendidikan, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran
agama dan pelajaran umum. Dengan demikian, diharapkan bangsa Indonesia dapat
dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu
pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintah kolnial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
Pada zaman pemerintah kolnial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
a)
Sekolah Umum, Taman Kanak-kanak
(Bustanul Atfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun,
MULO 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah tersebut
diajarkan pendidikan agama Islam sebanyak 4 jam pelajaran seminggu.
b)
Sekolah Agama: Madrasah
Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Mualimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul
Muballigin (SPG Islam) 5 tahun.
Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan Negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan diantaranya:
Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan Negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan diantaranya:
1.
Menambah kesadaran nasional bangsa
Indonesia melalui ajaran Islam
2.
Melalui sekolah-sekolah
Muhammadiyah, ide-ide reformasi Islam secara luas disebarkan.
3.
Mempromosikan kegunaan ilmu
pengetahuan modern. Selanjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah
mengalami perkembangan yang pesat. Pada dasarnya, ada empat jenis lembaga
pendidikan yang dikembangkan, yaitu:
a)
Sekolah-sekolah umum yang bernaung
di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG,
SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama
sebanyak 6 jam seminggu.
b)
Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah
Departemen Agama, yaitu: (MA). Madrasah-madrasah ini ada setelah adanya SKB 3
menteri tahun 1976 dan SKB 2 Menteri tahun 1984, mutu pengetahuan umumnya
sederajat dengan pengetahuan dari sekolah umum yang sederajat.
c)
Jenis sekolah atau Madrasah khusus
Muhammadiyah, yaitu: Muallimin, Muallimat, Sekolah Tabliq dan Pesantren
Muhammadiyah.
d)
Perguruan Tinggi Muhammadiyah: untuk
Perguruan Tinggi Muhammadiyah umum di bawah pembinaan Kopertais (Depdikbud),
dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di Bawah pembinaan Kopertais
(Departemen Agama).
Strategi
Pengembangan Pendidikan
System pendidikan yang dikembangkan
adalah sistesis antara system pendidikan Islam tradisional yang berbasis di
Pesantren dan system pendidikan modern. Tujuan akhir (the ultimate goal) yang
hendak dicapai ialah menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan umum yang
memadai atau istilah yang tren sekarang “ulama intelek”.
Sikap Muhammadiyah yang mengambil jalan tngah dalam system pendidikannya, membawa pengaruh atau efek cukup luas pada perkembangan kehidupan keagamaan di Indonesia.
Sikap Muhammadiyah yang mengambil jalan tngah dalam system pendidikannya, membawa pengaruh atau efek cukup luas pada perkembangan kehidupan keagamaan di Indonesia.
Pesantren
Muhammadiyah
Pertama kali KH. Ahmad Dahlan
mencoba mendirikan pesantren yang dinamakan dengan “Pondok Muhammadiyah” pada
tahun1912. Karel A. Steenbrink dalam bukunya Pesantren, Madrasah dan Sekolah,
mencatat bahwa pada tahun 1968, pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta mencoba
membuat pola pendidikan baru yang dinamakan “Pendidikan Ulama Tarjih”. Usaha
itu dimulai dengan membentuk suatu kelompok dengan anggota paling banyak 25
orang. Kelompok ini selama tiga tahun secara tetap belajar pada seorang guru
(Kyai) seperti di Pesantren. Waktu belajar dilaksanakan disekitar waktu shalat.
Pelajaran diberikan tiap hari, kecuali hari jum’at. Tidak mengenal hari libur
dan tidak mengenal ijazah yang diakui pemerintah. Selama jam belajar, para
santri tidak belajar di atas bangku melainkan bersila di atas lantai. Pada
tahun kedua, diberikan pelajaran tambahan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan
ilmu pendidikan.[11]
Organisasi Muhammadiyah tersebar ke
seluruh pelosok tanah air, secara vertical dan diorganisasikan dari tingkat
pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting. Untuk menangani kegiatan yang
beragam tersebut dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang bertugas membentuk
Pimpinan Perserikatan menurut bidangnya masing-masing.
Kesatuan-kesatuan kerja ini berbentuk majelis-majelis, antara lain: Majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umat (PKU), Majelis Pustaka, dan Majelis Bimbingan Pemuda.
Ada juga organisasi-organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah seperti Aisyiyah (bagian wanitanya), Nasyiatul Aisyiyah (bagian putrid-putrinya), Pemuda Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Di bidang kepanduan juga terdapat Hizbul Wathan.
Kesatuan-kesatuan kerja ini berbentuk majelis-majelis, antara lain: Majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umat (PKU), Majelis Pustaka, dan Majelis Bimbingan Pemuda.
Ada juga organisasi-organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah seperti Aisyiyah (bagian wanitanya), Nasyiatul Aisyiyah (bagian putrid-putrinya), Pemuda Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Di bidang kepanduan juga terdapat Hizbul Wathan.
F. Nahdatul
Ulama (Nu)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan
Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia.
Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Sebab jauh sebelum NU lahir dalam bentuk jam’iyyah
(organisasi), ia terlebih dahulu mewujud dalam bentuk jama’ah (community) yang
terikat kuat oleh aktivitas sosial keagamaan yang mempunyai karakter
tersendiri.[12]
Dalam Anggaran Dasar hasil Muktamarnya yang ketiga pada
tahun 1928 M, secara tegas dinyatakan bahwa kehadiran NU bertujuan membentengi
artikulasi fiqh empat madzhab di tanah air. Sebagaimana tercantum pada pasal 2 Qanun Asasi li Jam’iyat Nahdhatul al-Ulama (Anggaran
Dasar NU), yaitu :
a) Memegang teguh pada
salah satu mazhab empat( salah satu dari Imam Muhammad bin idris Al-Syafi’I,
Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah an-nu’man, dan Ahmad bin Harbal)
b) Menyelenggarakan apa
saja yang menjadikan kemaslahatan umat Islam
Tahun 1927 baru tujuan organisasi
dirmuskan. Organisasi ini bertujuan memperkuat iakatan salah satu dari empat
mazab serta untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk anggotanya. Kegiatan
ini meliputi usaha antar para aulama yang masih berpegang teguh pada
mazab.Dengan demikian tampak bahwa NU bermaksuf mempertahankan praktek
keagamaan yang sudah menstradisi. NU memberikan perhatian yang besar pada
pendidikan, khusnya pendidikan tradisional. NU mendirikan madrasah dengan model barat, sampai akhir
tahun1956 komisi perguruan NU
mengeluarkan reglement tentang susunan madrasah-madrasah NU yang terdiri dari:
1. Madrasah awaliyah
2.
Madrasah ibtidaiyah
3.
Madrasah tsanawiyah
4.
Madrasah mu’alimin wusta
5.
Madrasah mu’alimin ulya.
NU mendapat kesulitan untuk
memprakarasai pembharuan pendidikan dilingkungan pesantren pedesaan. Usaha
tersebut pernah dirintis oleh KH Muhamad Ilyas. Mohhamad ilyas juga memperkenalkan sistem pengajaran bahasa
belanda di HIS pada pesantren. Pembaharuan pendidikana dipesantren ini mendapat
reaksi hebat dari orang Tua wali. Mereka memindahkan anak-anaknya kepesantren lain karena Tebuireng
sudah terlalu modern. Motifasi utama berdirinya NU adalah
mengorganisasikan potensi dan peranan ulama’ pesantren yang sudah ada, untuk
ditingkatkan dan dikembangkan secara luas untuk diguakan sebagai wadah untuk
mempersatukan dan menyatukan langkah para ulama’ pesantren dalam tugas
pengabdian yang tidak terbatas pada masalah kepesantrenan dan kegiatan ritual
Islam saja, tetapi lebih ditingkatkan lagi agar para ulama’ lebih peka terhadap
masalah-masalah sosial, ekonomi dan masalah kemasyarakatan pada umumnya.
[13]
III.
KESIMPULAN
Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat
yang Statis, semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan. Menurut saya salah
satu faktor penting yang mendorong perubahan dan perkembangan itu adalah adanya
kontak pergaulan dengan masyarakat yang lebih maju sehingga terangsang untuk
mengejar ketertigalannya atau bisa sejajar dengan mitra pergaulannya. Pada
permulaan abad ke-20 banyak orang Islam di Indonesia mulai menyadari bahwa
mereka tidak akan dapat menyaingi kekuatan kolonialisme penjajahan Belanda dan
mengejar ketertinggalan dari Barat, apabila mereka melanjutkan cara-cara yang
bersifat trdisional dalam menegakkan ajaran Islam golongan ini merintis
cara-cara baru dalam memahami dan mengembangkan ajaran-ajaran Islam
ditengah-tengah masyarakat oleh sebab itu, mereka disebut kaum pembaharu.
Para pembaharu
di Indonesia mengikuti jejak kaum pembaharu di Timur Tengah, terutama yang
berpusat di Mesir. Mereka berkenalam dengan gagasan tajdid melalui bacaan dan
pertemuan langsung dengan tokoh-tokohnya sewaktu mereka menuntut ilmu di Timur
Tengah. Terutama di Al-Haramain atau dua tanah suci yaitu Mekkah dan Madinah. Menurut
kami disimpulkan pembaharuan yang dilakukan Jami’atul Khair, dan Al-Irsyad
secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. menyegarkan pemahaman ajaran Islam dengan membuka
kembali pintu Ijtihad. b. Mengembangkan pemikiran
rasional.
c. Memurnikan Aqidah umat Islam.
Berdasarkan uraian maka dapat
disimpulkan bahwa Persatuan Islam merupakan organisasi Islam yang berdiri di
Bandung, yang pada saat itu keadaannya memang lambat dalam mengadakan
pembaharuan dalam agama. Tidak hanya persatuan Islam masih banyak organisasi
Islam lain tujuannya sama untuk pembaharuan pendidikan. Walaupun, sebenarnya organisasi lain yang pada saat itu sudah ada.
Kesadaran tentang hal keterlambatan ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya Persatuan Islam. Persatuan Islam pada masanya berusaha
untuk memajukan agama Islam dan mengembalikan Syari’at Islam kepada asal muasal
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan hingga kinipun Persis mampu berdiri tegak
dalam meluruskan Syari’atau Islam dalam berbagai macam hal ataupun masalah yang
ada dinegara kita Indonesia.
[2] Enung K. Rukiati,2006 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:pustaka hlm 53
[3] http://www.republika.co-jamiat-kheir-perlawanan-melalui-pendidikan.
[5] M.Mukhsin Jamil, 2007, Nalar Islam
Nusantara,Jakarta:depag hlm. 97
[6]
Zuhairini,1994,Sejarah
pendidikan islam.
Jakarta:Bumi
Aksara. Hlm.106
[7] Nana
Supriatna, Jil.2, 2008: 171-172).
[8] http:// www.blog.umy.ac.id).
[9]
Bolland,
Pergumulan Islam di Indonesia, 1985,Jakarta: Grafitti Press.
[10]
Abdullah,1989, Tradisi
Dan Kebngkita Islam di Asia Tenggara, ,Jakarta: Lp3 Press,
[12] (Ridwan, 2004: hal.169).
[13]
Noer,1980, Gerakan Modern Islam di
Indonesia, Jakarta:Lp3 Press
cukup membantu :)
BalasHapusbisa mencerahkan pengetahuan agaama islam ane....
BalasHapuswww.jualforedisurabaya.com