NAMA : DIAN
RATNASARI
NIM :
12210061
ROMBEL : AS 07
(AQIDAH AKHLAK) MATKUL : FILSAFAT ISLAM
DOSEN :
AMRULLAH, S,Si. M.Pd.i
1. Definisi filsafat islam menurut para ahli ialah ;
Menurut
Plato (427-347), filsafat tidak lain adalah suatu ilmu yang membicarakan
hakikat sesuatu. Adapun Aristoteles (murid Plato), bependapat bahwa ilmu
pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika, dan
pengetahuan praktis. Sampai pada Aristoteles, pengetian filsafat mengalami
perkembangan, ia tidak sekedar ilmu yang mencari hakikat kebenaran dari
sesuatu, tetapi hakikat kebenaran seluruh ilmu pengetahuan. Para filsuf muslim
Abad Pertengahan memberikan pengertian filsafat sebagai ilmu yang meneliti
hakikat segala sesuatu yang ada (al-maujudah) dengan mengunakan akal
yang sempurna. (Dedi supriyadi 2009:20)
Al-Farabi, misalnya, mengatakan
bahwa filsafat ialah ilmu yang bertugas untuk mengetahui semua yang ada karena
ia ada (al-ilmu bi al- maujudah bima hiya maujudah). Imanuel Kant
(1724-1804), salah seorang filsuf Abad Modern, berpendapat bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala pengetahuan dan
perbuatan. Descartes (1590-1650 M), filosof mdern mengartikan filsafat sebagai:
“ kumpulan pengetahuan batin, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya”. (Sunardji Dahri Tiam 2001:13)
Mengkaji pengertian filsafat
islam tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia sarat degan muatan teologis
dan historis. Dua hambatan ini, perlahan tetapi pasti akhirnya dapat diakomodasikan
dan tidak menjadi hambatan selanjutnya. Secara historis, tarik-menarik
kepentingan bahwa filsafat itu murni atau tidak murni dari islam adalah fakta
yang tak bisa dihindari. Pada pekembangan selanjutnya, filsafat diakuinya
sebagai bagian dari agama (Islam) karena memiliki tujuan yang sama, yakni
mencari hakikat kebahagiaan dengan jalan yang benar. Perjalanan waktu yang panjang
mengantarkan pada konvensi antar ilmuwan bahwa filsafat Islam memiliki pengertian
tersendiri karena ia memiliki sumber utama, yakni Al-Quran. Atas kenyataan ini,
beragama definisi pun mengalir dari berbagai tokoh tentang pengertian filsafat
Islam atau filsafat Arab. (Dedi supriyadi 2009:23-25)
Sampailah kita pada pengertian Filsafat Islam yang
merupakan gabungan dari filsafat dan Islam. Menurut Mustofa Abdur Razik,
Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan
negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian
ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi yang
telah menulis kitab-kitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh
Islam sebaiknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam. (Dedi
supriyadi 2010:12-14)
Dr. Ibrahim
Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah berarti bahwa ia adalah produk suatu
ras atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat Islam,
karena Islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban
mempunyai kehidupannya sendiri dalam aspek moral, material, intelektual dan
emosional. Dengan demikian, Filsafat Islam mencakup seluruh studi filosofis
yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya orang-orang Islam atau
orang-orang Nasrani ataupun orang-orang Yahudi.(Sirajuddin zar 2009:15)
Drs. Sidi
Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut: Bahwa Tuhan memberikan akal kepada
manusia itu menurunkan nakal (wahyu/sunnah) untuk dia. Dengan akal itu ia
membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu digerakkan oleh nakal,
menjadilah ia filsafat Islam. Wahyu dan Sunnah (terutama mengenai yang ghaib)
yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset, filsafat Islamlah yang
memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan
dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum. (Sirajuddin zar
2009:15-16)
Prof. Mu'in,
menyatakan apabila filsafat itu disebut dengan Filsafat Arab, berarti
mengeluarkan orang Iran, orang Afghanistan, orang Pakistan, dan orang India.
Oleh karena itu memilih dengan Filsafat Islam. Demikian pula orientalis
Perancis Courbin, seorang Islamolog dan kebudayaan Iran, membela dengan
Filsafat Islam. Sebagaimana dikatakannya. Jika kita mengambil nama Filsafat
Arab, pengertiannya sempit sekali bahkan keliru. (Sirajuddin zar 2009:16)
Dengan uraian
di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah suatu ilmu yang
dicelup ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.
Banyak di kalangan para ahli berbeda dalam menanamkan filsafat Islam. Menurut saya filsafat islam itu di terapkan adanya hukum Islam, oleh karena itu filsafat Islam merupakan fisafat tertentu, yaitu hukum Islam, dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.
Banyak di kalangan para ahli berbeda dalam menanamkan filsafat Islam. Menurut saya filsafat islam itu di terapkan adanya hukum Islam, oleh karena itu filsafat Islam merupakan fisafat tertentu, yaitu hukum Islam, dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.
Dari uraian
ini, maka filsafat sebagai ilmu yang mengungkapkan tenteng wujud-wujud tuhan
melalui sebab-sebab yang jauh, yakni pengetahuan yang yakin sampai kepada
munculnya suatu sebab. Ilmu terhadap wujud-wujud itu adalah bersifat
keseluruhan, bukan terperinci, karena pengetahuan secara terperinci menjadi
lapangan ilmu-ilmu khusus. Oleh karena sifatnya hanya membicarakan benda pada
umumnya atau kehidupan pada umumnya. Dengan demikian fisafat mencakup seluruh
benda dan semua yang hidup yakni pengatahuan terhadap sebab-sebabyang jauh uang
tidak perlu lagi dicari sesudahnya. Filsafat berusaha untuk menafsirkan hidup
itu sendiri yang menjadi sebab pokok itu besrta fungsinya.
Menyimak
berbagai definisi di atas, tampaknya makna filsafat pada filsafat Islam identik
dengan al-hikmah yang dikenal dalam islam. Hal itu tidak bisa dihindari
karena perbedaan istilah, tetapi maknanya sama.
2.
Hubungan antara filsafat dengan Agama ?
Masalah
penyelarasan antara fisafat dan agama, para filsuf berpendapat bahwa pada
tingkat terakhir hasil pemikiran filsafat tidak mungkin brtentangan dengan
agama karena kedua-duanya bersumber pada hakikat terakhir yang sama, dan
apabila ada ketidakserasian, diperlukan refleksi yang lebih mendalam atau juga,
timbul perbedaan pendapat tentang apakah akal dan pikiran atau iman yang harus
diutamakan. (Dedi supriyadi 2009:33-35)
Filsafat dan Agama adalah dua
kata yang sering di artikan keliru. Kedua perkataan itu memengnya meliputi
bidang yang sama, yaitu bidang yang terpenting, yang jadi soal hidup dan mati
seseorang, yang dalam istilahnya disebut The Ultimate. Akan tetapi
antara keduanya berbeda dalam pelaksanaannya, dan berbeda dalam penyelidikannya. Sudut penyelidikan agama
berdasarkan wahyu Tuhan, sedangkan penyelidikan fisafat berdasarkan kepada
diwahyukanya atau tidak. Yang diwahyukan haruslah dipercayai. Oleh karena itu
agama kadang-kadang disebut juga kepercayaan. Sedangkan filsafat untuk menerima
kebenaran bukanlah atas dasar wahyu sebagaimana halnya agama, melainkan dengan
caranya sendiri yakni berdasarkan akal semata-mata.(Sunardji Dahri Tiam
2001:19-21)
Sebagaimana sudah disebutkan di muka bahwa filsafat dan
agama keduanya meliputi bidang yang sama, atau paling tidak keduanya berurusan
dengan masalah kebenaran. Pada prisipnya tidak, sebab keduanya sama-sama
mempunyai kebenaran itu sendiri satu, dan tentu sama. Hanya saja di samping
antara keduanya dalam pelaksanaan dan penyelidikannya berbeda, juga
masing-masing mempunyai titik berat sendiri-sendiri. Titik berat fisafat adalah
berpikir, sedangkan titik berat agama adalah pengabdian. (Sunardji Dahri Tiam
2001:20)
Bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan yang berbeda, namun
memiliki hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan antara manusia
dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang dikemukakan di atas
bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mempunyai
ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat. Jika agama membincangkan
tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala
maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan
agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan
pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha
memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya. (Dardiri 1986:13-15)
Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan
salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang
bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan
rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas
pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama. Isi filsafat
itu ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Karena filsafat mempunyai
pengertian yang berbeda sesuai dengan pandangan orang yang meninjaunya, akan
besar kemungkinan objek dan lapangan pembicaraan filsafat itu akan berbeda
pula. Objek yang dipikirkan filosof adalah segala yang ada dan yang mungkin
ada, baik ada dalam kenyataan, maupun yang ada dalam fikiran dan bisa pula yang
ada itu dalam kemungkinan. Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat dengan
agama adalah agama sebagai objek kajian filsafat. (Dardiri
1986:13-15)
Agama adalah salah
satu materi yang menjadi sasaran pembahasan filsafat. Dengan demikian, agama
menjadi objek materia filsafat. Ilmu pengeta-huan juga mempunyai objek materia
yaitu materi yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian yang
abstraknya. Dalam agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek pisik dan
aspek metefisik. Aspek metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang
gaib, seperti Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya,
sedangkan aspek pisik adalah manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota
masyarakat. (Dardiri 1986:13-15)
Hubungan
antara filsafat dengan agama sudah di cuplik sedikit diatas. Jadi pada hakekat
segala sesuatu dan mencari jawaban yang tidak
bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan. Contohnya pencarian terhadap tuhan
atau dalam islam disebut dengan Allah. Hal itu juga dibahas dalam filsafat.
Kalau agama mencarinya dengan metode menafsirkannya wahyu yang turun, sedangkan
filsafat dengan berfikir secara mendalam tentang apa yang ada disekitar kita
dalam filsafatnya Ibn Tufali dijelaskan dalam cerita Hayy bin Yaqan bahwa
antara filsafat dengan agama terjadi kesinambungan penemuan yaitu sama-sama
menemukan Tuhan yang satu. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji tentang ayat
Tuhan. Kalau agama mengkaji atau melalui ayat qauliyah sedangkan filsafat
melalui ayat kauniyah, yaitu dengan berpikir tentang alam yang ada disekitar
kita. Kalau kita lihat hubungan antara keduanya ini menjadi hubungan searah
yaitu sama-sama menuju kepada pencarian Tuhan dan sama-sama menemukan kebenaran
tentang adanya Tuhan hanya saja jalannya berbeda. (Dedi supriyadi 2010:35)
3. Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kewajiban
pengunaan akal ?
Pengertian Akal jika ditinjau dari segi bahasa adalah, daya pikir
(untuk memahami sesuatu) Pikiran, Ingatan, Jalan atau cara melakukan sesuatu .
Akal juga mengandung arti secara bahasa, Berpikir, memahami, dan mengerti. Kata
akal berasal dari bahasa Arab , kata asalnya ‘aqala yang berarti
mengikat dan menahan.
Sedangakan akal menurut istilah adalah, Allamah Majlisi dalam kitabnya
Mir’at al-Uqul menyatakan bahwa akal digunakan untuk menunjukan salah
satu definisi-definisi berikut ini,
1. Kemampuan untuk mengetahui sesuatu.
2. Kemampuan untuk memilah milih antara kebaikan dan keburukan yang
juga untuk dapat mengetahui hal ihwal yang mengakibatkan dan sarana sarana yang
dapat mencegah terjadinya masing masing dari keduanya.
3. Kemampun dan keadaan (halal) dalam jiwa manusia yang mengajak
kepada kebaikan dan keuntungan dan menjauhkan kejelekan dan kerugian.
4. Kemampuan yang bisa mengatur perkara perkara kehidupan manusia,
jika ia sejalan dengan hukum dan dipergunakan untuk hal-hal yang dianggap baik
oleh syari’at, maka itu adalah akal budi, namun manakala ia menjadi sesuatu
yang menentang syari’at maka ia disebut nakra’ atau syaithanah.
5. Akal juga dapat dipakai untuk tingkat kesiapan dan potensialitas
jiwa dalam menerima konsep-konsep universal.
6. Dalam bahasa filsafat, akal merujuk kepada subtansi azali yang
tidak bersentuhan dengan alam material, baik secara esensi (dzaty) atau aktual
(fi’ly).
Akal
merupakan ‘ardh atau bagian dari indera yang ada dalam diri manusia yang bisa
ada dan bisa hilang. Sifat ini dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam salah satu sabdanya:
وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ.
“...Dan termasuk orang gila sampai ia kembali berakal.”
Akal
adalah daya pikir yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala (untuk manusia)
kemudian diberi muatan tertentu berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat
melahirkan sejumlah aktivitas pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia
yang telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla.
Firman-Nya:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan
dan di lautan….” [Al-Israa’: 70]
Syari’at
Islam memberikan nilai dan urgensi yang amat tinggi terhadap akal manusia. Hal
itu dapat dilihat pada beberapa point berikut:
Salah
satunya Allah hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang yang berakal, karena
hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari’at-Nya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“...Dan
merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal.” [Shaad: 43]
Alat berfikir pemberian Allah yang paling berharga kepada manusia, itulah Akal. Dengan akal inilah manusia dibedakan dari makhluk lain, misalnya hewan, hewan hanya mengandalkan naluri, jika lapar ia makan apa saja yang merupakan makanannya, manusia tidak demikian, ia akan berfikir terlebih dahulu dengan akalnya, apakah makanan itu milik orang lain atau tidak, halal atau tidak, memabukan atau tidak dan seterusnya, jadi manusia bisa menimbang, memilih dan memutuskan sesuatu dengan akalnya. Itu merupakan tugas akal , kalau tidak di aktifkan, akal manusia akan beku atau tidak berfungsi, menurut agama, tidak berfungsinya akal menyebabkan martabat manusia turun dari makhluk Allah yang mulia menjadi makhluk hina.
Alat berfikir pemberian Allah yang paling berharga kepada manusia, itulah Akal. Dengan akal inilah manusia dibedakan dari makhluk lain, misalnya hewan, hewan hanya mengandalkan naluri, jika lapar ia makan apa saja yang merupakan makanannya, manusia tidak demikian, ia akan berfikir terlebih dahulu dengan akalnya, apakah makanan itu milik orang lain atau tidak, halal atau tidak, memabukan atau tidak dan seterusnya, jadi manusia bisa menimbang, memilih dan memutuskan sesuatu dengan akalnya. Itu merupakan tugas akal , kalau tidak di aktifkan, akal manusia akan beku atau tidak berfungsi, menurut agama, tidak berfungsinya akal menyebabkan martabat manusia turun dari makhluk Allah yang mulia menjadi makhluk hina.
4. Pandangan Al-farabi, Ibnu maskawaih, Ibnu sina, Al-ghazali, dan
muhammad iqbal ?
Menurut
al-Farabi, alam ini qadim karena diciptakan oleh Allah sejak qidam
dan azali. Akan tetapi, qadimnya Allah berbeda dengan alam.
Keberadaan alam tidak didahului oleh zaman, maka alam qadim dari segi
zaman (taqaddum zamany). Adapun dari segi esensi, sebagai hasil ciptaan
Allah secara pancaran, alam ini baharu (huduts zaty). Sementara itu,
Allah adalah taqaddum zaty, Ia sebab semua yang ada dan ia pencipta
alam. (Sudarsono 2004:30)
Mengapa jumlah
akal dibatasi kepada bilangan sepuluh? Hal ini disesuaikan dengan bilangan
bintang yang berjumlah Sembilan, dimana untuk tiap-tiap akal diperlukan satu
planet pula, kecuali akal pertama yang tidak disertai sesuatu planet ketika
keluar dari Tuhan. Tetapi mengapa jumlah bintang tersebut ada Sembilan? Karena
jumlah benda-benda angkasa menurut Aristoteles ada tujuh. Kemudian al-Farabi
menambah dua lagi yaitu benda langit yang terjauh (al- falak al-aqsha)
dan bintang-bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah), yang diambil dari
Ptolomey (atau Caldius Ptolomaeus) seorang ahli astrronomi dan ahli bumi Mesir,
yang hidup pada pertengahan abad kedua masehi. . (Sudarsono 2004:35)
Ibnu Sina juga berpandangan
bahwa dari ‘satu’ tidak melahirkan kecuali ‘satu’. Yang pertama kali lahir dari
Allah adalah Akal Pertama, kemudian jiwa, kemudian benda-benda langit, kemudian
materi-materi unsur yang empat. Ibn Sina mengatakan bahwa Akal Pertama-sesuatu
yang paling pertama lahir dari Allah-mempunyai tiga akal. Akal Pertama berfikir
tentang zatnya sendiri sebagai penciptanya yang Maha Tinggi, akal kedua
berfikir tentang zatnya sendiri sebagai kewajiban terhadap yang pertama, dan
akal ketiga berfikir tentang adanya sebagai yang mumkin karena zatnya
sendiri.(Sunardji 2001:93)
Lalu dari
proses pemikiran yang tiga ini, lahirlah tiga hal, yaitu; akal, jiwa dan jism
hingga sampai pada akal kesepuluh yang darinya alam anasir terbentuk, yaitu
alam kaun dan alam fasad (yang mengalami kerusakan), alam rendah
(alam materi) dan dari unsur-unsur yang empat ini (empat elemen kehidupan; api,
udara, air dan tanah) muncullah alam mineral (keadaan keadaan alamiah yang
tidak hidup), alam nabati, alam hewani dan alam manusia.
Baik Al-Farabi
maupun Ibn Sina, berkenaan dengan
paham emanasi, sama-sama mengatakan bahwa hal tersebut lahir dari proses
berfikir sang Khaliq dan proses emanasi terjadi dalam sepuluh tingkatan
sebagaimana dijelaskan diatas. Namun bagi al-Farabi akal yang merupakan
hasil emanasi dari zat yang esa hanya memiliki dua obyek pemikiran yakni tuhan
dan zatnya sedang menurut Ibn Sina memiliki tiga obyek pemikiran yakni tuhan,
zatnya sebagai wajib wujud dan zatnya sebagai mumkin wujud dan
dari ketiganya melahirkan substansi jasmani, jiwa dan akal. (Sudarsono
2004 39)
Filosof
lainnya yang menganut teori emanasi adalah Ibnu maskwaih. Namun berbeda dengan
al-Farabi. Menurutnya, entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah ‘aql
fa’al (akal aktif). Akal aktif ini tanpa perantara sesuatu pun. Ia qadim,
sempurna, dan tak berubah. Dari akal aktif ini timbullah jiwa dan dengan
perantaraan jiwa pula timbullah planet (al-falak).
Jadi perbedaan
antara Ibnu Miskawaih dan al-Farabi adalah:
1.
Bagi Ibnu Miskawaih, Allah menjadikan alam ini secara
emanasi dari tiada menjadi ada. Sementara al-Farabi, alam dijadikan tuhan
secara pancaran dari sesuatu atau bahan yang sudah ada menjadi ada.
2.
Bagi Ibnu Miskawaih ciptaan Allah yang pertama ialah
akal aktif. Sementara al-Farabi, ciptaan Allah yang pertama ialah Akal Pertama
dan akal aktif adalah akal yang kesepuluh.
Dari penjelasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa
telah terjadi perbedaan pendapat antara Al-Ghazali dan kaum filosof tentang
arti baru dan qadim. Baru menurut Al-Ghazali berati mewujudkan dari tiada,
sedangkan menurut kaum filosif kata itu berarti mewujudkan yang tak bermula dan
tak berakhir. Sedangkan qadim menurut Al-Ghazali ialah suatu yang berwujud
tanpa sebab,sedangkan menurut kaum filosof adalah tidak selalu tanpa sebab bisa
juga bererti sesuatu yang berwujud dengan sebab.
Al-Ghazali telah salah memahami pendapat para filosof,
bahwa sebenarnya para filosof tidak mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui
hal-hal yang sifatnya partikular, namun untuk mengetahui hal itu Tuhan dapat
mengetahuinya dengan pengetahuan tuhan yang sifatnya kully. (Dedi
supriyadi 2010:135)
Dalam persoalan jasmani, Ibn Rusyd dan Al-Ghazali
tidak jauh berbeda karena Ibn Rusyd tidak menafikan adanya pembangkitan jasmani
dan ruhani, tetapi itu dipergunakan untuk penjelasan bagi orang awam karena
hal-hal yang bersifat ruhani jauh lebih tinggi daripada hal-hal yang bersifat
materil. (Utsman 2002:209)
seandainya kita betul-betul menemukan sebuah teori sempurna, pada waktunya
teori itu harus dapat dimengerti dalam prinsip yang luas oleh setiap orang,
bukan hanya oleh sejumlah kecil ilmuwan. Maka, kita semua, para filosof,
ilmuwan, dan tepatnya orang biasa, akan dapat ikut-serta dalam diskusi tentang
mengapa kita dan alam semesta ada. Seandainya kita mendapatkan jawaban tentang
hal itu. Itulah keberhasilan terakhir rasio manusia-karena kita kemudian
betul-betul mengetahui pikiran Tuhan. Tuhan dalam pandangan Iqbal bukan
dipahami sebagai panteisme, yaitu adalah sama, adalah Tuhan dan Tuhan adalah
Teis semua, melainkan dipahami dalam pengertian Iqbal Teisme, lebih tegasnya
lagi monoteisme. Tuhan yang satu itu dimengerti secara personal atau sebagai
individu Dia adalah pencipta, dan sebagai pencipta, dia terus mencipta menurut
Kehendak MutlakNya. (Saiyidain 1986:95)
Pemikiran Iqbal dalam pandangan mengenai manusia dengan mengartikan dari
manusia dengan penekanan pada kebebasan dan kekekalan jiwanya. Iqbal mempunyai
pandangan tegas tentang nasib manusia sebagai satu kesatuan hidup. Manusia
dipandang sebagai individualitas yang unik. Bahwasanya tidak mungkin bagi
manusia untuk menanggung beban dari orang lain dan hanya memberikan padanya hak
atas apa yang semata-mata disebabkan oleh usaha pribadinya
sendiri, makanya Al-Qur'an telah sampai pada menolak ide penebusan dosa itu.
Tiga hal jelas sekali dalam Al-Qur'an bahwa manusia adalah pilihan tuhan, bahwa
manusia dengan segala kesalahannya, dimaksudkan menjadi khalifah Tuhan di bumi,
bahwa manusia adalah orang yang telah dipercayakan dengan satu kepribadian
bebas yang telah diterimanya atas resikonya sendiri. (Saiyidain 1986:63)
5. Selama proses perkuliahan apa keuntungan dan kelemahan mempelajari
filsafat ?
Keuntungan saya dalam mempelajari
filsafat banyak sekali. Seperti pemahaman pandangan para filsof ada persamaan dan perbadaan yang
banyak sekali di temuinya seperti tokoh-tokoh diatas. tetapi kelemahan juga
lebih bayak lagi, ada juga dalam memahami kata-kata para filsof yang yang
terkadang masih membigungkan dan cukup memutar otak. Karena dalam kata-kata
para filsof yang ada wujud 1, akal 1 dan seterusnya itu terkadang masih
binggung.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, Dedi. 2009. “Pengantar
Filsafat Islam”. Bandung: pustaka setia.
Sudarsono. 2004. “fisafat
islam”. Jakarta: Rineka cipta.
Najati,
Utsman. “jiwa dalam pandangan para filosof muslim”.Bandung: Pustaka
Hidayah.
K.G. Saiyidain. 1989. “Percikan fisafat Iqbal mengenai
pendidikan”.Bandung: Diponegoro
Supriyadi,
Dedi. 2010. “Pengantar Filsafat Islam lanjutan”. Bandung: pustaka setia.
Tiam, Sunardji Dahri.2001. ”Berkenalan degan filsafat Islam”.Jakarta:
Bulan bintang.
NAMA : DIAN
RATNASARI
NIM :
12210061
ROMBEL : AS 07
(AQIDAH AKHLAK) MATKUL : KOMPETENSI GURU
DOSEN :
AMRULLAH, S,Si. M.Pd.i
1. Definisi kompetensi guru menurut para ahli ?
Menurut Lefrancois, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan
sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Kompetensi diartikan oleh Cowell,
sebagai suatu keterampilan atau kemahiran yang bersifat aktif. (Ramayulis
2012:53)
Menurut Broke dan stone kompetensi
merupakan gambaran hakikat kualitatif dari prilaku guru yang tampak
sangat berarti. Menurut Charles E.Jonson, kompetensi adalah prilaku yang
rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kompetensi
yang diharapkan. (Akmal Hawi 2010: 2-3)
Menurut Mc. Clayland dalam teorinya yaitu “theory of
copetencies” menyebutkan time consiousness (kesadaran kepentingan
waktu) sebagai kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh setiap guru yang
efektif. Jika kompetensi waktu ini dimiliki oleh setiap guru dalam interaksi
dengan anak-anak didiknya, dalam rapat sekolah, pertandingan sekolah, dan
lain-lain, maka wibawa akan terpelihara bahkan akan meningkatkan dan akan
terjamin pulalah keberhasilan yang diharapkan. (Sutadupara, 1986:10)
Menurut W.Robert Houston, dapat diartikan kompetensi sebagai suatu
tugas yang memakai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
dituntut oleh jabatan seseorang. Dalam pengertian ini kompetensi lebih
dititikberatkan pada tugas guru dalam mengajar. (Roestiyah 1982:4)
Menurut Mc. Ashan kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif,
afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Menurut Frinch Crunkilton,
mengartikan kompetensi sebagai penguasan terhadap suatu tugas, keterampilan,
sikap dan aspirasi yang diperlukan untuk menunjang keberasilan, hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi
mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan aspirasi yang harus dimiliki oleh
peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan
jenis pekerjaan tertentu. (Mulyana 2003:38)
Usman mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang mengambarkan
kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang
kuantitatif. Mulyasa mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberasilan. Kemudian Ramayulis mengatakan ”competency is underlying
characteristic of an individual that is cuasally related to criterion reference
efective and superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi
adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria
efektif atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Nana Sudjana
menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung
jawab yang harus dimiliki seseorang sebagi syarat untuk dianggap mampu
melaksanakan tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Menurut Muhubbin Syah
kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memeuhi syarat
menurut ketentuan hukum. (Mashuri 2012:1-2)
Para ahli sudah menjelaskan dan mengenai pendapatnya, berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru itu merupakan satu
kesatuan dalam penguasaan terhadap berbagai ilmu pengetahuan, dalam keterampilan,
nilai dan sikap, yang berkaitan dengan profesi tertentu, dalam bentuk
kinerjanya untuk menjalankan profesi
tertentu. Jadi kompetensi guru adalah segala tindakan yang dilakukan oleh
seorang pendidik dengan penuh perhitungan, penguasaan, kecerdasan dan penuh
tanggung jawab dan dianggap mampu oleh masyarakat dalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang pendidik.
Mencoba untuk menganalisa berdasarkan dari pengertian para ahli. Seorang
guru yang berkompetensi harus memiliki kemampuan baik dari aspek pengetahuan
tentang belajar mengajar dan tingkah laku manusia juga harus memiliki sikap
yang tetap tentang diri sendiri, teman sekolah, teman sejawat dan bidang yang
lai, dan tak lupa harus mempuyai keterampilan teknik mengajar. Kompetensi
kognitif adalah kompetensi yang harus benar-benar di kuasai oleh seorang guru
karena komptensi ini sangat menyentuh sifat dan tingkah laku peserta didik,
baik cara belajar, karakteristik, dan
cara daya tangkap peserta didik tersebut. Seorang guru harus benar-benar
menjaga tingkah lakunya di dalam kelas, artinya seorang guru harus bisa bergaul
yang baik atau cara berkomunikasi yang baik kepada peserta didik, dan tak lupa
keterampilan menumbuhkan semangat belajar peserta didik, para siswa.
2. Legitimasi UU dan PP kompetensi guru ?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Bab VI Pasal 28 dinyatakan bahwa, “Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembalajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional.”
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seseorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan setifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Ramayulis 2012:54)
Sidang kompetensi menurut UU No,14/2005 tentang guru dan dosen
dijelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan tugas profesinya. (Ramayulis 2012:54)
Makna kompetensi jika merujuk pada SK Mendiknas No. 048/U 2002,
dinyatakan sebagai seperangkat tidakan cerdas yang penuh tanggung jawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang tertentu, di dalam pembelajaran kompetensi
merupakan kemampuan dasar serta sikap dan nilai penting yang dimiliki siswa
telah mengalami pendidikan dan latihan sebagai pengalaman belajar yang
dilakukan secara berkesinambungan. Komptensi ini bersifat individual, dinamis
dan berkembang secara bekelanjutan sejalan dengan tingkat perkembangan siswa.
(Akmal Hawi 2010: 1-2)
PPRI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen sebagaimana
termuat pada Bab II Pasal 3 Ayat 6. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 merupakan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya,
meliputi komprtensi untuk; berkomunikasilisan,tulis, dan isyarat secara
santun,dan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,dll.
(Ramayulis 2012:77)
3. Kompetensi yang dimiliki seorang guru PAI ? dan kelebihan yang di
miliki guru PAI ?
Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi,
yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks
itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas
dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan
guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta
subkompetensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut. (Ramayulis 2012:54)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap
elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi sub kompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut: Memiliki kepribadian yang mantap dan
stabil. Memiliki kepribadian yang dewasa. Memiliki kepribadian yang arif. Memiliki
kepribadian yang berwibawa. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.(Ramayulis
2012:55)
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.(Mashuri 2012:3)
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang
mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah
wawasan keilmuan sebagai guru. (Yadi purwanto 2007:17)
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua atau wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.(Ramayulis 2012:73)
Itulah kompetensi-kompetensi yang wajib dimiliki oleh para
pendidik, agar benar-benar mampu mentransfer ilmu secara maksimal kepada para
peserta didik. Namun, dalam makalah ini hanya akan membahas tuntas salah satu
dari empat kompetensi tersebut, yaitu kompetensi profesional.
Kompetensi guru merupakan kemampuan atau kesanggupan
guru dalam melaksanakan tugasnya, melaksanakan proses belajar mengajar,
kemampuan atau kesanggupan untuk benar-benar memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilannya sesuai dengan profesinya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya
dengan sebaik-baiknya. Jadi seorang guru agar menjadi perannya sebagai seorang
pendidik harus memenuhi empat kompetensi guru, hal tersebut tercantum dalam
Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
(Akmal hawi 2010:10)
Kompetensi guru menuntut pendidik untuk harus
menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu
lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang akan diajarkan kepada siswa.
Mempunyai kepribadian yang baik untuk agar menjadi teladan bagi siswa.
Menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab. Juga mengetahui kondisi
psikologis siswa dan psikologis pendidikan agar dapat menempatkan dirinya dalam
kehidupan siswa dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan siswa.
Oleh karena itu, perlunya guru PAI senantiasa
mengembangkan wawasan keilmuan yang berhubungan langsung dengan materi
pelajaran, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dan dapat membantu pemahaman
siswa. Kompetensi yang perlu dimiliki diantaranya yaitu guru memperhatikan
“seni mengajar dan mendidik”, guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan yang
diajarkan tetapi juga harus memiliki pengetahuan tentang psikologi anak,
mengetahui tingkat kesiapan belajar mereka dan bakat intelektualnya.
Guru PAI di sekolah merupakan Figur seorang murid yang mesti jadi panutan
dan contoh untuk para muridnya. Jangan samapai figur kita seorang guru menjadi
bahan celaan atau cemoohan seluruh murid di sekolah.
Di dalam syarat untuk
menjadi seorang guru baik menjadi guru umum ataupun menjadi guru Pendidikan
Agama Islam, pada intinya sama di dalam hal persyaratannya, Namun syarat menjadi
Guru Pendidikan Agama Islam adalah harus berdasarkan tuntutan hati nurani
tidaklah semua orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian
besar dari seluruh hidup dan kehidupanya, mengabdi kepada Negara dan bangsa
guna mendidik anak didik menjadi manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung
jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan Negara
Guru PAI harus mampu mengidentifikasikan potensi masyarakat untuk
digerakkan dalam meningkatkan pendidikan. Ini dapat dilaksanakan apabila
hubungan sosial guru degan masyarakat berjalan dengan baik sehingga guru dapat
melihat potensi yang ada dalam masyarakat dan usaha melakukan pendekatan kepada
masyarakat tersebut untuk bersama-sama meningkatkan pendidikan. Hubungan sosial
perlu di kembangkan oleh guru PAI sehingga dapat mencapai tujuan pembalajarn
PAI sebagaimana yang diharapkan. (Akmal Hawi 2010:106)
Dan dapat disimpulkan bahwa guru PAI dalam memiliki kopetensi
akademik tidak hanya menguasai mata pelajaran melainkan harus mampu
merencanakan program pengajarn secara sitematis, disertai dengan penganalisisan
masalah-masalah yang muncul ketika proses belajar mengajar berlangsung serta
berusha mencari alternatif solusi yang tepat dalam permasalahan tersebut.
4. Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan empat
kompetensi guru pai ?
Di
dalam Pendidikan Islam yang bersumberkam Al-Qur’an dan sunnah, ditemukan pula
indikator kompetensi kepribadian seorang guru. Para pendidik seharusnya tidak
mengabaikan sesuatu yang sangat urgen yaitu membangun dan menanamkan prinsip
ilmu dan amal yang ikhlas semata karena Allah. Ilmu yang diberikan oleh
pendidik tidak akan memberikan manfaat apabila pendidik tidak ikhlas dalam
mengajar.
Firman
Allah SWT:

Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.
Jika diteliti lebih dalam bahwa khusus untuk guru Pendidikan Islam
juga ditabuhkan indikator kompetensi sosial seperti yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Seorang pendidik yang ingin berhasil harus senantiasa
saling tolong menolong dengan rekan seprofesinya aesama pendidik. Ia pun
diharapkan dapat saling berbagi tugas dan saling bermusyawarah dengan mereka,
untuk kepentingan peserta didik. Mereka harus dapat menjadi teladan yang baik .
Firman Allah SWT.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:
....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Kompetensi pedagogik seorang guru ditandai dengan kemampuanya
menyelenggarakan proses pembelajaran bermutu, serta sikap dan tindakan yang
dapat dijadikan teladan. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman
tentang psikologi perkembangan anak, sedangakn pembelajarn yang mendidik
meliputi kemampuan merancang pembelajaran mengimplementasikan pembelajaran,
menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara
berlanjutan.
Ada beberapa prinsip dalam ajaran agama Islam yang melandasi
profesionalitas pendidik (guru). Pertama, ajaran Islam memberikan motivasi bagi
pendidik (guru) agar bekerja sesuai dengan keahlian. Sesuatu pekerjaan yang d
kerjakan oleh oarang yang tidak profesional akan mengalami kegagalan. Sabda
Rasullulah SAW: Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang tidak
ahli, maka tunggulah kehancuran” (H.R Muslim). Kedua, ajaran Islam
menekankan pentingnya keikhlasan dalam bekerja. Seorang pendidik yang
benar-benar melaksanakan tugasnya ikhlas
karena Allah, maka tugasnya akan dibalas dengan Allah SWT.pendidikan tersebut
memperoleh dua imbalan, yaitu gaji yang diterimanya dan peritah, pahala yang
akan diterima balasannya di akhirat.dll
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis.
2012. “Profesi dan etika keguruan”. Jakarta: Kalam mulia.
Mashuri dan
dedi setiawan. 2012.” Kompetensi guru dalam mengajar”. Hal.1-3
E. Mulyasa, kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik
dan implementasi, Bandung: Remaja rosdakarya, 2002.
Roestiyah,
Didaktikdan Metode proses pembelajaran, jakarta: Rineka Cipta, 1991
Undang-Undang
Guru dan Dosen UU RI No.14 Th..2005, (Jakarta: Citra Umbara:
2005)
Purwanto,
Yadi. 2007. “Etika profesi”. Bandung: Refika Aditiya.
Hawi, Akmal. 2010. “Kompetensi Guru
PAI”.Palembang: Rafah Press.
Saya senang
dengan cara mengajar bapak sehingga saya juga baru pertama kali diajar degan
dosen seperti bapak, tapi saya kurang puas di ajar dengan bapak soalnya bapak
super sibuk sehingga jam perkuliahan dikelas berkurang. Saya juga banyak
pegetahuan baru selama belajar dengan bapak. Memeng saya dalam proses balajar
selama perkuliahan saya jarang sekali bertanya, tetapi setelah nanti ke
depannya saya akan memperbaiki, saya yang kurang dalam proses belajar. Saya
juga berharap bisa bertemu dengan bapak tetapi di lain mata kuliah. Saya
sepertinya kehabisan kata-kata untuk bapak pokoknya semua nya dalam proses
belajar di perkuliahan banyak ilmu pengtahuan yang posif. Semoga saya bisa
seperti cara bapak mengajar. Dan saya selaku mahasiswa meminta maaf jika selama
kuliah ada kesalahan dan kritikan saya ini tidak mengenakkan bapak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar