Sabtu, 15 Maret 2014

TUGAS FILSAFAT



NAMA                   : DIAN RATNASARI
NIM                       : 12210061
ROMBEL               : AS 07 (AQIDAH AKHLAK)            MATKUL               : FILSAFAT ISLAM
DOSEN                  : AMRULLAH, S,Si. M.Pd.i
1.       Definisi filsafat islam menurut para ahli ialah ;
Menurut Plato (427-347), filsafat tidak lain adalah suatu ilmu yang membicarakan hakikat sesuatu. Adapun Aristoteles (murid Plato), bependapat bahwa ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika, dan pengetahuan praktis. Sampai pada Aristoteles, pengetian filsafat mengalami perkembangan, ia tidak sekedar ilmu yang mencari hakikat kebenaran dari sesuatu, tetapi hakikat kebenaran seluruh ilmu pengetahuan. Para filsuf muslim Abad Pertengahan memberikan pengertian filsafat sebagai ilmu yang meneliti hakikat segala sesuatu yang ada (al-maujudah) dengan mengunakan akal yang sempurna. (Dedi supriyadi 2009:20)
                Al-Farabi, misalnya, mengatakan bahwa filsafat ialah ilmu yang bertugas untuk mengetahui semua yang ada karena ia ada (al-ilmu bi al- maujudah bima hiya maujudah). Imanuel Kant (1724-1804), salah seorang filsuf Abad Modern, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan. Descartes (1590-1650 M), filosof mdern mengartikan filsafat sebagai: “ kumpulan pengetahuan batin, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya”. (Sunardji Dahri Tiam 2001:13)
                Mengkaji pengertian filsafat islam tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia sarat degan muatan teologis dan historis. Dua hambatan ini, perlahan tetapi pasti akhirnya dapat diakomodasikan dan tidak menjadi hambatan selanjutnya. Secara historis, tarik-menarik kepentingan bahwa filsafat itu murni atau tidak murni dari islam adalah fakta yang tak bisa dihindari. Pada pekembangan selanjutnya, filsafat diakuinya sebagai bagian dari agama (Islam) karena memiliki tujuan yang sama, yakni mencari hakikat kebahagiaan dengan jalan yang benar. Perjalanan waktu yang panjang mengantarkan pada konvensi antar ilmuwan bahwa filsafat Islam memiliki pengertian tersendiri karena ia memiliki sumber utama, yakni Al-Quran. Atas kenyataan ini, beragama definisi pun mengalir dari berbagai tokoh tentang pengertian filsafat Islam atau filsafat Arab. (Dedi supriyadi 2009:23-25)
                Sampailah kita pada pengertian Filsafat Islam yang merupakan gabungan dari filsafat dan Islam. Menurut Mustofa Abdur Razik, Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi yang telah menulis kitab-kitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh Islam sebaiknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam. (Dedi supriyadi 2010:12-14)
Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah berarti bahwa ia adalah produk suatu ras atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat Islam, karena Islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri dalam aspek moral, material, intelektual dan emosional. Dengan demikian, Filsafat Islam mencakup seluruh studi filosofis yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya orang-orang Islam atau orang-orang Nasrani ataupun orang-orang Yahudi.(Sirajuddin zar 2009:15)
Drs. Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut: Bahwa Tuhan memberikan akal kepada manusia itu menurunkan nakal (wahyu/sunnah) untuk dia. Dengan akal itu ia membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu digerakkan oleh nakal, menjadilah ia filsafat Islam. Wahyu dan Sunnah (terutama mengenai yang ghaib) yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset, filsafat Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum. (Sirajuddin zar 2009:15-16)
Prof. Mu'in, menyatakan apabila filsafat itu disebut dengan Filsafat Arab, berarti mengeluarkan orang Iran, orang Afghanistan, orang Pakistan, dan orang India. Oleh karena itu memilih dengan Filsafat Islam. Demikian pula orientalis Perancis Courbin, seorang Islamolog dan kebudayaan Iran, membela dengan Filsafat Islam. Sebagaimana dikatakannya. Jika kita mengambil nama Filsafat Arab, pengertiannya sempit sekali bahkan keliru. (Sirajuddin zar 2009:16)
Dengan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah suatu ilmu yang dicelup ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.
Banyak di kalangan para ahli berbeda dalam menanamkan filsafat Islam. Menurut saya filsafat islam itu di terapkan adanya hukum Islam, oleh karena itu filsafat Islam merupakan fisafat tertentu, yaitu hukum Islam, dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.
Dari uraian ini, maka filsafat sebagai ilmu yang mengungkapkan tenteng wujud-wujud tuhan melalui sebab-sebab yang jauh, yakni pengetahuan yang yakin sampai kepada munculnya suatu sebab. Ilmu terhadap wujud-wujud itu adalah bersifat keseluruhan, bukan terperinci, karena pengetahuan secara terperinci menjadi lapangan ilmu-ilmu khusus. Oleh karena sifatnya hanya membicarakan benda pada umumnya atau kehidupan pada umumnya. Dengan demikian fisafat mencakup seluruh benda dan semua yang hidup yakni pengatahuan terhadap sebab-sebabyang jauh uang tidak perlu lagi dicari sesudahnya. Filsafat berusaha untuk menafsirkan hidup itu sendiri yang menjadi sebab pokok itu besrta fungsinya.
Menyimak berbagai definisi di atas, tampaknya makna filsafat pada filsafat Islam identik dengan al-hikmah yang dikenal dalam islam. Hal itu tidak bisa dihindari karena perbedaan istilah, tetapi maknanya sama.

2.       Hubungan antara filsafat dengan Agama ?
Masalah penyelarasan antara fisafat dan agama, para filsuf berpendapat bahwa pada tingkat terakhir hasil pemikiran filsafat tidak mungkin brtentangan dengan agama karena kedua-duanya bersumber pada hakikat terakhir yang sama, dan apabila ada ketidakserasian, diperlukan refleksi yang lebih mendalam atau juga, timbul perbedaan pendapat tentang apakah akal dan pikiran atau iman yang harus diutamakan. (Dedi supriyadi 2009:33-35)
                Filsafat dan Agama adalah dua kata yang sering di artikan keliru. Kedua perkataan itu memengnya meliputi bidang yang sama, yaitu bidang yang terpenting, yang jadi soal hidup dan mati seseorang, yang dalam istilahnya disebut The Ultimate. Akan tetapi antara keduanya berbeda dalam pelaksanaannya, dan berbeda dalam  penyelidikannya. Sudut penyelidikan agama berdasarkan wahyu Tuhan, sedangkan penyelidikan fisafat berdasarkan kepada diwahyukanya atau tidak. Yang diwahyukan haruslah dipercayai. Oleh karena itu agama kadang-kadang disebut juga kepercayaan. Sedangkan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah atas dasar wahyu sebagaimana halnya agama, melainkan dengan caranya sendiri yakni berdasarkan akal semata-mata.(Sunardji Dahri Tiam 2001:19-21)
                Sebagaimana  sudah disebutkan di muka bahwa filsafat dan agama keduanya meliputi bidang yang sama, atau paling tidak keduanya berurusan dengan masalah kebenaran. Pada prisipnya tidak, sebab keduanya sama-sama mempunyai kebenaran itu sendiri satu, dan tentu sama. Hanya saja di samping antara keduanya dalam pelaksanaan dan penyelidikannya berbeda, juga masing-masing mempunyai titik berat sendiri-sendiri. Titik berat fisafat adalah berpikir, sedangkan titik berat agama adalah pengabdian. (Sunardji Dahri Tiam 2001:20)
Bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan yang berbeda, namun memiliki hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang dikemukakan di atas bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mempunyai ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat. Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan agamanya. (Dardiri 1986:13-15)
Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama. Isi filsafat itu ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Karena filsafat mempunyai pengertian yang berbeda sesuai dengan pandangan orang yang meninjaunya, akan besar kemungkinan objek dan lapangan pembicaraan filsafat itu akan berbeda pula. Objek yang dipikirkan filosof adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik ada dalam kenyataan, maupun yang ada dalam fikiran dan bisa pula yang ada itu dalam kemungkinan. Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat dengan agama adalah agama sebagai objek kajian filsafat. (Dardiri 1986:13-15)
Agama adalah salah satu materi yang menjadi sasaran pembahasan filsafat. Dengan demikian, agama menjadi objek materia filsafat. Ilmu pengeta-huan juga mempunyai objek materia yaitu materi yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian yang abstraknya. Dalam agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek pisik dan aspek metefisik. Aspek metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang gaib, seperti Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya, sedangkan aspek pisik adalah manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota masyarakat. (Dardiri 1986:13-15)
Hubungan antara filsafat dengan agama sudah di cuplik sedikit diatas. Jadi pada hakekat segala  sesuatu dan mencari jawaban yang tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan. Contohnya pencarian terhadap tuhan atau dalam islam disebut dengan Allah. Hal itu juga dibahas dalam filsafat. Kalau agama mencarinya dengan metode menafsirkannya wahyu yang turun, sedangkan filsafat dengan berfikir secara mendalam tentang apa yang ada disekitar kita dalam filsafatnya Ibn Tufali dijelaskan dalam cerita Hayy bin Yaqan bahwa antara filsafat dengan agama terjadi kesinambungan penemuan yaitu sama-sama menemukan Tuhan yang satu. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji tentang ayat Tuhan. Kalau agama mengkaji atau melalui ayat qauliyah sedangkan filsafat melalui ayat kauniyah, yaitu dengan berpikir tentang alam yang ada disekitar kita. Kalau kita lihat hubungan antara keduanya ini menjadi hubungan searah yaitu sama-sama menuju kepada pencarian Tuhan dan sama-sama menemukan kebenaran tentang adanya Tuhan hanya saja jalannya berbeda. (Dedi supriyadi 2010:35)

3.       Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kewajiban pengunaan akal ?
Pengertian Akal jika ditinjau dari segi bahasa adalah, daya pikir (untuk memahami sesuatu) Pikiran, Ingatan, Jalan atau cara melakukan sesuatu . Akal juga mengandung arti secara bahasa, Berpikir, memahami, dan mengerti. Kata akal berasal dari bahasa Arab , kata asalnya ‘aqala yang berarti mengikat dan menahan.
Sedangakan akal menurut istilah adalah, Allamah Majlisi dalam kitabnya Mir’at al-Uqul menyatakan bahwa akal digunakan untuk menunjukan salah satu definisi-definisi berikut ini,
1.       Kemampuan untuk mengetahui sesuatu.
2.       Kemampuan untuk memilah milih antara kebaikan dan keburukan yang juga untuk dapat mengetahui hal ihwal yang mengakibatkan dan sarana sarana yang dapat mencegah terjadinya masing masing dari keduanya.
3.       Kemampun dan keadaan (halal) dalam jiwa manusia yang mengajak kepada kebaikan dan keuntungan dan menjauhkan kejelekan dan kerugian.
4.       Kemampuan yang bisa mengatur perkara perkara kehidupan manusia, jika ia sejalan dengan hukum dan dipergunakan untuk hal-hal yang dianggap baik oleh syari’at, maka itu adalah akal budi, namun manakala ia menjadi sesuatu yang menentang syari’at maka ia disebut nakra’ atau syaithanah.
5.       Akal juga dapat dipakai untuk tingkat kesiapan dan potensialitas jiwa dalam menerima konsep-konsep universal.
6.       Dalam bahasa filsafat, akal merujuk kepada subtansi azali yang tidak bersentuhan dengan alam material, baik secara esensi (dzaty) atau aktual (fi’ly).
Akal merupakan ‘ardh atau bagian dari indera yang ada dalam diri manusia yang bisa ada dan bisa hilang. Sifat ini dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu sabdanya:

وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ.

“...Dan termasuk orang gila sampai ia kembali berakal.”
Akal adalah daya pikir yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala (untuk manusia) kemudian diberi muatan tertentu berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah aktivitas pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia yang telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla.
Firman-Nya:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan….” [Al-Israa’: 70]
Syari’at Islam memberikan nilai dan urgensi yang amat tinggi terhadap akal manusia. Hal itu dapat dilihat pada beberapa point berikut:
Salah satunya Allah hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari’at-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

“...Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal.” [Shaad: 43]
                Alat berfikir pemberian Allah yang paling berharga kepada manusia, itulah Akal. Dengan akal inilah manusia dibedakan dari makhluk lain, misalnya hewan, hewan hanya mengandalkan naluri, jika lapar ia makan apa saja yang merupakan makanannya, manusia tidak demikian, ia akan berfikir terlebih dahulu dengan akalnya, apakah makanan itu milik orang lain atau tidak, halal atau tidak, memabukan atau tidak dan seterusnya, jadi manusia bisa menimbang, memilih dan memutuskan sesuatu dengan akalnya. Itu merupakan tugas akal , kalau tidak di aktifkan, akal manusia akan beku atau tidak berfungsi, menurut agama, tidak berfungsinya akal menyebabkan martabat manusia turun dari makhluk Allah yang mulia menjadi makhluk hina.

4.       Pandangan Al-farabi, Ibnu maskawaih, Ibnu sina, Al-ghazali, dan muhammad iqbal ?
Menurut al-Farabi, alam ini qadim karena diciptakan oleh Allah sejak qidam dan azali. Akan tetapi, qadimnya Allah berbeda dengan alam. Keberadaan alam tidak didahului oleh zaman, maka alam qadim dari segi zaman (taqaddum zamany). Adapun dari segi esensi, sebagai hasil ciptaan Allah secara pancaran, alam ini baharu (huduts zaty). Sementara itu, Allah adalah taqaddum zaty, Ia sebab semua yang ada dan ia pencipta alam. (Sudarsono 2004:30)
Mengapa jumlah akal dibatasi kepada bilangan sepuluh? Hal ini disesuaikan dengan bilangan bintang yang berjumlah Sembilan, dimana untuk tiap-tiap akal diperlukan satu planet pula, kecuali akal pertama yang tidak disertai sesuatu planet ketika keluar dari Tuhan. Tetapi mengapa jumlah bintang tersebut ada Sembilan? Karena jumlah benda-benda angkasa menurut Aristoteles ada tujuh. Kemudian al-Farabi menambah dua lagi yaitu benda langit yang terjauh (al- falak al-aqsha) dan bintang-bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah), yang diambil dari Ptolomey (atau Caldius Ptolomaeus) seorang ahli astrronomi dan ahli bumi Mesir, yang hidup pada pertengahan abad kedua masehi. . (Sudarsono 2004:35)  
Ibnu Sina juga berpandangan bahwa dari ‘satu’ tidak melahirkan kecuali ‘satu’. Yang pertama kali lahir dari Allah adalah Akal Pertama, kemudian jiwa, kemudian benda-benda langit, kemudian materi-materi unsur yang empat. Ibn Sina mengatakan bahwa Akal Pertama-sesuatu yang paling pertama lahir dari Allah-mempunyai tiga akal. Akal Pertama berfikir tentang zatnya sendiri sebagai penciptanya yang Maha Tinggi, akal kedua berfikir tentang zatnya sendiri sebagai kewajiban terhadap yang pertama, dan akal ketiga berfikir tentang adanya sebagai yang mumkin karena zatnya sendiri.(Sunardji 2001:93)
Lalu dari proses pemikiran yang tiga ini, lahirlah tiga hal, yaitu; akal, jiwa dan jism hingga sampai pada akal kesepuluh yang darinya alam anasir terbentuk, yaitu alam kaun dan alam fasad (yang mengalami kerusakan), alam rendah (alam materi) dan dari unsur-unsur yang empat ini (empat elemen kehidupan; api, udara, air dan tanah) muncullah alam mineral (keadaan keadaan alamiah yang tidak hidup), alam nabati, alam hewani dan alam manusia.
Baik Al-Farabi maupun Ibn Sina, berkenaan dengan paham emanasi, sama-sama mengatakan bahwa hal tersebut lahir dari proses berfikir sang Khaliq dan proses emanasi terjadi dalam sepuluh tingkatan sebagaimana dijelaskan diatas. Namun bagi al-Farabi akal yang merupakan hasil emanasi dari zat yang esa hanya memiliki dua obyek pemikiran yakni tuhan dan zatnya sedang menurut Ibn Sina memiliki tiga obyek pemikiran yakni tuhan, zatnya sebagai wajib wujud dan zatnya sebagai mumkin wujud dan dari ketiganya melahirkan substansi jasmani, jiwa dan akal.  (Sudarsono 2004 39)
Filosof lainnya yang menganut teori emanasi adalah Ibnu maskwaih. Namun berbeda dengan al-Farabi. Menurutnya, entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah ‘aql fa’al (akal aktif). Akal aktif ini tanpa perantara sesuatu pun. Ia qadim, sempurna, dan tak berubah. Dari akal aktif ini timbullah jiwa dan dengan perantaraan jiwa pula timbullah planet (al-falak).
Jadi perbedaan antara Ibnu Miskawaih dan al-Farabi adalah:
1.       Bagi Ibnu Miskawaih, Allah menjadikan alam ini secara emanasi dari tiada menjadi ada. Sementara al-Farabi, alam dijadikan tuhan secara pancaran dari sesuatu atau bahan yang sudah ada menjadi ada.
2.       Bagi Ibnu Miskawaih ciptaan Allah yang pertama ialah akal aktif. Sementara al-Farabi, ciptaan Allah yang pertama ialah Akal Pertama dan akal aktif adalah akal yang kesepuluh.   
Dari penjelasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat antara Al-Ghazali dan kaum filosof tentang arti baru dan qadim. Baru menurut Al-Ghazali berati mewujudkan dari tiada, sedangkan menurut kaum filosif kata itu berarti mewujudkan yang tak bermula dan tak berakhir. Sedangkan qadim menurut Al-Ghazali ialah suatu yang berwujud tanpa sebab,sedangkan menurut kaum filosof adalah tidak selalu tanpa sebab bisa juga bererti sesuatu yang berwujud dengan sebab.
Al-Ghazali telah salah memahami pendapat para filosof, bahwa sebenarnya para filosof tidak mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang sifatnya partikular, namun untuk mengetahui hal itu Tuhan dapat mengetahuinya dengan pengetahuan tuhan yang sifatnya kully. (Dedi supriyadi 2010:135)
Dalam persoalan jasmani, Ibn Rusyd dan Al-Ghazali tidak jauh berbeda karena Ibn Rusyd tidak menafikan adanya pembangkitan jasmani dan ruhani, tetapi itu dipergunakan untuk penjelasan bagi orang awam karena hal-hal yang bersifat ruhani jauh lebih tinggi daripada hal-hal yang bersifat materil. (Utsman 2002:209)
seandainya kita betul-betul menemukan sebuah teori sempurna, pada waktunya teori itu harus dapat dimengerti dalam prinsip yang luas oleh setiap orang, bukan hanya oleh sejumlah kecil ilmuwan. Maka, kita semua, para filosof, ilmuwan, dan tepatnya orang biasa, akan dapat ikut-serta dalam diskusi tentang mengapa kita dan alam semesta ada. Seandainya kita mendapatkan jawaban tentang hal itu. Itulah keberhasilan terakhir rasio manusia-karena kita kemudian betul-betul mengetahui pikiran Tuhan. Tuhan dalam pandangan Iqbal bukan dipahami sebagai panteisme, yaitu adalah sama, adalah Tuhan dan Tuhan adalah Teis semua, melainkan dipahami dalam pengertian Iqbal Teisme, lebih tegasnya lagi monoteisme. Tuhan yang satu itu dimengerti secara personal atau sebagai individu Dia adalah pencipta, dan sebagai pencipta, dia terus mencipta menurut Kehendak MutlakNya. (Saiyidain 1986:95)
Pemikiran Iqbal dalam pandangan mengenai manusia dengan mengartikan dari manusia dengan penekanan pada kebebasan dan kekekalan jiwanya. Iqbal mempunyai pandangan tegas tentang nasib manusia sebagai satu kesatuan hidup. Manusia dipandang sebagai individualitas yang unik. Bahwasanya tidak mungkin bagi manusia untuk menanggung beban dari orang lain dan hanya memberikan padanya hak atas apa yang semata-mata disebabkan oleh usaha pribadinya sendiri, makanya Al-Qur'an telah sampai pada menolak ide penebusan dosa itu. Tiga hal jelas sekali dalam Al-Qur'an bahwa manusia adalah pilihan tuhan, bahwa manusia dengan segala kesalahannya, dimaksudkan menjadi khalifah Tuhan di bumi, bahwa manusia adalah orang yang telah dipercayakan dengan satu kepribadian bebas yang telah diterimanya atas resikonya sendiri. (Saiyidain 1986:63)

5.       Selama proses perkuliahan apa keuntungan dan kelemahan mempelajari filsafat ?
Keuntungan saya dalam mempelajari filsafat banyak sekali. Seperti pemahaman pandangan  para filsof ada persamaan dan perbadaan yang banyak sekali di temuinya seperti tokoh-tokoh diatas. tetapi kelemahan juga lebih bayak lagi, ada juga dalam memahami kata-kata para filsof yang yang terkadang masih membigungkan dan cukup memutar otak. Karena dalam kata-kata para filsof yang ada wujud 1, akal 1 dan seterusnya itu terkadang masih binggung.

















DAFTAR PUSTAKA
               
Supriyadi, Dedi. 2009. “Pengantar Filsafat Islam”. Bandung: pustaka setia.
                                Sudarsono. 2004. “fisafat islam”. Jakarta: Rineka cipta.
                Najati, Utsman. “jiwa dalam pandangan para filosof muslim”.Bandung: Pustaka Hidayah.
K.G. Saiyidain. 1989. “Percikan fisafat Iqbal mengenai pendidikan”.Bandung: Diponegoro
                Supriyadi, Dedi. 2010. “Pengantar Filsafat Islam lanjutan”. Bandung: pustaka setia.
Tiam, Sunardji Dahri.2001. ”Berkenalan degan filsafat Islam”.Jakarta: Bulan bintang.
               
























NAMA                   : DIAN RATNASARI
NIM                       : 12210061
ROMBEL               : AS 07 (AQIDAH AKHLAK)            MATKUL               : KOMPETENSI GURU
DOSEN                  : AMRULLAH, S,Si. M.Pd.i

1.       Definisi kompetensi guru menurut para ahli ?
Menurut Lefrancois, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Kompetensi diartikan oleh Cowell, sebagai suatu keterampilan atau kemahiran yang bersifat aktif. (Ramayulis 2012:53)
Menurut Broke dan stone kompetensi  merupakan gambaran hakikat kualitatif dari prilaku guru yang tampak sangat berarti. Menurut Charles E.Jonson, kompetensi adalah prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. (Akmal Hawi 2010: 2-3)
Menurut Mc. Clayland dalam teorinya yaitu “theory of copetencies” menyebutkan time consiousness (kesadaran kepentingan waktu) sebagai kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh setiap guru yang efektif. Jika kompetensi waktu ini dimiliki oleh setiap guru dalam interaksi dengan anak-anak didiknya, dalam rapat sekolah, pertandingan sekolah, dan lain-lain, maka wibawa akan terpelihara bahkan akan meningkatkan dan akan terjamin pulalah keberhasilan yang diharapkan. (Sutadupara, 1986:10)
Menurut W.Robert Houston, dapat diartikan kompetensi sebagai suatu tugas yang memakai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Dalam pengertian ini kompetensi lebih dititikberatkan pada tugas guru dalam mengajar. (Roestiyah 1982:4)
Menurut Mc. Ashan kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Menurut Frinch Crunkilton, mengartikan kompetensi sebagai penguasan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan aspirasi yang diperlukan untuk menunjang keberasilan, hal  tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan aspirasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. (Mulyana 2003:38)
Usman mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang mengambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Mulyasa mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberasilan. Kemudian Ramayulis mengatakan ”competency is underlying characteristic of an individual that is cuasally related to criterion reference efective and superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Nana Sudjana menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagi syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Menurut Muhubbin Syah kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memeuhi syarat menurut ketentuan hukum. (Mashuri 2012:1-2)
Para ahli sudah menjelaskan dan mengenai pendapatnya, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru itu merupakan satu kesatuan dalam penguasaan terhadap berbagai ilmu pengetahuan, dalam keterampilan, nilai dan sikap, yang berkaitan dengan profesi tertentu, dalam bentuk kinerjanya  untuk menjalankan profesi tertentu. Jadi kompetensi guru adalah segala tindakan yang dilakukan oleh seorang pendidik dengan penuh perhitungan, penguasaan, kecerdasan dan penuh tanggung jawab dan dianggap mampu oleh masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik.
Mencoba untuk menganalisa  berdasarkan dari pengertian para ahli. Seorang guru yang berkompetensi harus memiliki kemampuan baik dari aspek pengetahuan tentang belajar mengajar dan tingkah laku manusia juga harus memiliki sikap yang tetap tentang diri sendiri, teman sekolah, teman sejawat dan bidang yang lai, dan tak lupa harus mempuyai keterampilan teknik mengajar. Kompetensi kognitif adalah kompetensi yang harus benar-benar di kuasai oleh seorang guru karena komptensi ini sangat menyentuh sifat dan tingkah laku peserta didik, baik cara  belajar, karakteristik, dan cara daya tangkap peserta didik tersebut. Seorang guru harus benar-benar menjaga tingkah lakunya di dalam kelas, artinya seorang guru harus bisa bergaul yang baik atau cara berkomunikasi yang baik kepada peserta didik, dan tak lupa keterampilan menumbuhkan semangat belajar peserta didik, para siswa.

2.       Legitimasi UU dan PP kompetensi guru ?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VI Pasal 28 dinyatakan bahwa, “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembalajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional.” Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seseorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan setifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Ramayulis 2012:54)
Sidang kompetensi menurut UU No,14/2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya. (Ramayulis 2012:54)
Makna kompetensi jika merujuk pada SK Mendiknas No. 048/U 2002, dinyatakan sebagai seperangkat tidakan cerdas yang penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang tertentu, di dalam pembelajaran kompetensi merupakan kemampuan dasar serta sikap dan nilai penting yang dimiliki siswa telah mengalami pendidikan dan latihan sebagai pengalaman belajar yang dilakukan secara berkesinambungan. Komptensi ini bersifat individual, dinamis dan berkembang secara bekelanjutan sejalan dengan tingkat perkembangan siswa. (Akmal Hawi 2010: 1-2)
PPRI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen sebagaimana termuat pada Bab II Pasal 3 Ayat 6. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya, meliputi komprtensi untuk; berkomunikasilisan,tulis, dan isyarat secara santun,dan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,dll. (Ramayulis 2012:77)

3.       Kompetensi yang dimiliki seorang guru PAI ? dan kelebihan yang di miliki guru PAI ?
Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkompetensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut. (Ramayulis 2012:54)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi sub kompetensi dan indikator esensial sebagai berikut: Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Memiliki kepribadian yang dewasa. Memiliki kepribadian yang arif. Memiliki kepribadian yang berwibawa. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.(Ramayulis 2012:55)
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.(Mashuri 2012:3)
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. (Yadi purwanto 2007:17)         
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.(Ramayulis 2012:73)
Itulah kompetensi-kompetensi yang wajib dimiliki oleh para pendidik, agar benar-benar mampu mentransfer ilmu secara maksimal kepada para peserta didik. Namun, dalam makalah ini hanya akan membahas tuntas salah satu dari empat kompetensi tersebut, yaitu kompetensi profesional.
Kompetensi guru merupakan kemampuan atau kesanggupan guru dalam melaksanakan tugasnya, melaksanakan proses belajar mengajar, kemampuan atau kesanggupan untuk benar-benar memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilannya sesuai dengan profesinya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Jadi seorang guru agar menjadi perannya sebagai seorang pendidik harus memenuhi empat kompetensi guru, hal tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. (Akmal hawi 2010:10)
Kompetensi guru menuntut pendidik untuk harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang akan diajarkan kepada siswa. Mempunyai kepribadian yang baik untuk agar menjadi teladan bagi siswa. Menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab. Juga mengetahui kondisi psikologis siswa dan psikologis pendidikan agar dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan siswa dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan siswa.
Oleh karena itu, perlunya guru PAI senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dan dapat membantu pemahaman siswa. Kompetensi yang perlu dimiliki diantaranya yaitu guru memperhatikan “seni mengajar dan mendidik”, guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan yang diajarkan tetapi juga harus memiliki pengetahuan tentang psikologi anak, mengetahui tingkat kesiapan belajar mereka dan bakat intelektualnya.
Guru PAI di sekolah merupakan Figur seorang murid yang mesti jadi panutan dan contoh untuk para muridnya. Jangan samapai figur kita seorang guru menjadi bahan celaan atau cemoohan seluruh murid di sekolah.
Di dalam syarat untuk menjadi seorang guru baik menjadi guru umum ataupun menjadi guru Pendidikan Agama Islam, pada intinya sama di dalam hal persyaratannya, Namun syarat menjadi Guru Pendidikan Agama Islam adalah harus berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupanya, mengabdi kepada Negara dan bangsa guna mendidik anak didik menjadi manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan Negara
Guru PAI harus mampu mengidentifikasikan potensi masyarakat untuk digerakkan dalam meningkatkan pendidikan. Ini dapat dilaksanakan apabila hubungan sosial guru degan masyarakat berjalan dengan baik sehingga guru dapat melihat potensi yang ada dalam masyarakat dan usaha melakukan pendekatan kepada masyarakat tersebut untuk bersama-sama meningkatkan pendidikan. Hubungan sosial perlu di kembangkan oleh guru PAI sehingga dapat mencapai tujuan pembalajarn PAI sebagaimana yang diharapkan. (Akmal Hawi 2010:106)
Dan dapat disimpulkan bahwa guru PAI dalam memiliki kopetensi akademik tidak hanya menguasai mata pelajaran melainkan harus mampu merencanakan program pengajarn secara sitematis, disertai dengan penganalisisan masalah-masalah yang muncul ketika proses belajar mengajar berlangsung serta berusha mencari alternatif solusi yang tepat dalam permasalahan tersebut.

4.       Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan empat kompetensi guru pai ?
Di dalam Pendidikan Islam yang bersumberkam Al-Qur’an dan sunnah, ditemukan pula indikator kompetensi kepribadian seorang guru. Para pendidik seharusnya tidak mengabaikan sesuatu yang sangat urgen yaitu membangun dan menanamkan prinsip ilmu dan amal yang ikhlas semata karena Allah. Ilmu yang diberikan oleh pendidik tidak akan memberikan manfaat apabila pendidik tidak ikhlas dalam mengajar.
Firman Allah SWT:
                وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Jika diteliti lebih dalam bahwa khusus untuk guru Pendidikan Islam juga ditabuhkan indikator kompetensi sosial seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Seorang pendidik yang ingin berhasil harus senantiasa saling tolong menolong dengan rekan seprofesinya aesama pendidik. Ia pun diharapkan dapat saling berbagi tugas dan saling bermusyawarah dengan mereka, untuk kepentingan peserta didik. Mereka harus dapat menjadi teladan yang baik .
Firman Allah SWT.
                وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya:
....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Kompetensi pedagogik seorang guru ditandai dengan kemampuanya menyelenggarakan proses pembelajaran bermutu, serta sikap dan tindakan yang dapat dijadikan teladan. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak, sedangakn pembelajarn yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berlanjutan.
Ada beberapa prinsip dalam ajaran agama Islam yang melandasi profesionalitas pendidik (guru). Pertama, ajaran Islam memberikan motivasi bagi pendidik (guru) agar bekerja sesuai dengan keahlian. Sesuatu pekerjaan yang d kerjakan oleh oarang yang tidak profesional akan mengalami kegagalan. Sabda Rasullulah SAW: Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancuran” (H.R Muslim). Kedua, ajaran Islam menekankan pentingnya keikhlasan dalam bekerja. Seorang pendidik yang benar-benar melaksanakan  tugasnya ikhlas karena Allah, maka tugasnya akan dibalas dengan Allah SWT.pendidikan tersebut memperoleh dua imbalan, yaitu gaji yang diterimanya dan peritah, pahala yang akan diterima balasannya di akhirat.dll   

































DAFTAR PUSTAKA
                Ramayulis. 2012. “Profesi dan etika keguruan”. Jakarta: Kalam mulia.
                Mashuri dan dedi setiawan. 2012.” Kompetensi guru dalam mengajar”. Hal.1-3
E. Mulyasa, kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan implementasi, Bandung: Remaja rosdakarya, 2002.
Roestiyah, Didaktikdan Metode proses pembelajaran, jakarta: Rineka Cipta, 1991
Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No.14 Th..2005, (Jakarta: Citra Umbara: 2005)
                Purwanto, Yadi. 2007. “Etika profesi”. Bandung: Refika Aditiya.
Hawi, Akmal. 2010. “Kompetensi Guru PAI”.Palembang: Rafah Press.




























Saya senang dengan cara mengajar bapak sehingga saya juga baru pertama kali diajar degan dosen seperti bapak, tapi saya kurang puas di ajar dengan bapak soalnya bapak super sibuk sehingga jam perkuliahan dikelas berkurang. Saya juga banyak pegetahuan baru selama belajar dengan bapak. Memeng saya dalam proses balajar selama perkuliahan saya jarang sekali bertanya, tetapi setelah nanti ke depannya saya akan memperbaiki, saya yang kurang dalam proses belajar. Saya juga berharap bisa bertemu dengan bapak tetapi di lain mata kuliah. Saya sepertinya kehabisan kata-kata untuk bapak pokoknya semua nya dalam proses belajar di perkuliahan banyak ilmu pengtahuan yang posif. Semoga saya bisa seperti cara bapak mengajar. Dan saya selaku mahasiswa meminta maaf jika selama kuliah ada kesalahan dan kritikan saya ini tidak mengenakkan bapak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar